RSS

BELAJAR MENCINTAI PEKERJAAN SENDIRI


Banyak orang yang merasa tertekan dengan pekerjaannya. Melaksanakan pekerjaan kantor hanya sebagai rutinitas agar dapat memperoleh penghasilan semata. Saat jam kerja, selalu menunggu jam makan siang, jam pulang, hari libur, akhir pekan, atau tanggal gajian. Bila ini terjadi, waktu mungkin terasa lama dan kamu enggan untuk bekerja. Bila kamu belum atau tidak bisa mendapatkan pekerjaan lain, kamu dapat berusaha untuk mencintai pekerjaan tersebut karena tentu akan lebih menyenangkan bila kita mengerjakan hal yang disukai. Tetapi, bagaimana agar kamu dapat menyukai pekerjaan yang membosankan itu?

“Love Your Job But Never Fall In Love With Your Company” sebuah pernyataan umum yang menganjurkan orang untuk mencintai pekerjaannya dan jangan mencintai perusahaan. Mengapa? Karena sewaktu-waktu bisa saja perusahaan menyingkirkan kamu kapan pun. Namun bagaimana cara mencintai pekerjaan kamu? Berikut ini beberapa tips menarik untuk mencintai pekerjaan kamu :

Antusias terhadap Pekerjaan
 Bila kamu tidak menyukai pekerjaan kamu, tentu tidak akan mudah bagi kamu untuk melaksanakan tugas-tugas kantor. Kamu akan merasa terbebani dengan tugas yang diberikan sehingga hasil kerja tidak maksimal. Sebaliknya, bila seseorang mengerjakan sesuatu yang disenangi tentu hal itu akan terasa menyenangkan, waktu terasa singkat, dan kamu memiliki semangat untuk mengerjakannya. Misalnya, seseorang yang senang menggambar akan antusias bila ditugasi untuk membuat desain rumah, menjadi arsitek, atau pekerjaan lain.
Lakukan yang Terbaik
 Hindari menuda pekerjaan atau bersikap masa bodoh atas hasil pekerjaan kamu. Ini dapat membuat kamu merasa stres akibat pekerjaan yang tidak selesai, semakin menumpuk atau terkena omelan atasan. Jangan melakukan pekerjaan dengan asal-asalan tetapi berikan lebih dari apa yang diperintahkan. Tetapkan prioritas pekerjaan agar pekerjaan yang penting bisa diselesaikan terlebih dahulu. Kamu juga dapat memotivasi diri kamu sendiri untuk memberikan yang terbaik. Misalnya, kamu dapat mencatat waktu berapa lama kamu dapat menyelesaikan pekerjaan atau hal lain untuk mengukur produktivitas. Kemudian, tantang diri kamu untuk melakukan yang lebih baik lagi dalam tugas berikutnya.

Melakukan Lebih
Bila mendapat tugas, jangan merasa puas karena melakukan apa yang diharapkan. Nilai plus dari atasan dan kepuasan bisa didapatkan bila kamu kreatif untuk lebih memperindah pekerjaan kamu. Misalnya, dengan menambah informasi pendukung ketika ditugasi untuk mengolah suatu data. Atau bila kamu menyukai teknologi tetapi kamu bekerja di bagian akunting, kamu dapat mencari terobosan teknologi yang dapat membantu kamu menyelesaikan tugas dengan lebih cepat.

Lihat Sisi Positif
Walau kamu merasa pekerjaan sangat menjenuhkan, tidak pernah selesai, atasan yang galak, atau rekan kerja yang menyebalkan, tetapi cobalah untuk melihat hal positifnya. Bandingkan keadaan kita dengan orang lain yang tidak seberuntung kita. Bagaimana orang-orang yang masih belum mendapat pekerjaan, orang-orang yang pekerjaan lebih berat dari kita, atau bagaimana orang yang penghasilannya tidak sebanyak kita.

Teruslah Belajar
Tugas kantor terasa berat mungkin karena kamu belum sepenuhnya mengerti. Seorang pekeja yang merasa berat saat ditugasi membuat suatu pekerjaan, bisa jadi karena dia belum sepenuhnya memahami konsep tentang pekerjaan tersebut. Misalnya seseorang ditugasi membuat laporan di Excel dengan pivot table, tentu bukan hal yang biasa, tapi bisa dipelajari. Maka, untuk menambah pengetahuan, kamu dapat mencari tahu lebih banyak dari internet, buku, atau dari orang lain yang lebih memahaminya. Bila memungkinkan, kamu dapat pula mengikuti kursus-kursus. Cara lainnya adalah dengan memperhatikan contoh-contoh yang ada. Dengan mengetahui lebih banyak, kamu akan lebih mudah melakukannya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

ZAMAN UTANG


Kebanyakan orang pasti tak mau punya utang. Tapi, itu dulu. Di zaman modern seperti saat ini, tak punya utang justru rasanya ada yang kurang. Rasanya tak afdol bila tak punya utang. Maklum, bila tak berutang kita bakal susah punya barang. Beli handphone utang, beli mobil utang, hingga beli rumah pun berutang. Apalagi, kini berutang kian gampang.
            Berutang gampang memang, tapi nyicilnya yang berat bukan kepalang. Awalnya terasa enak lantaran bisa punya barang dengan cepat. Belakangan kepala nyut-nyutan lantaran mesti mikir cicilan. Tak jarang uang belanja bulanan tersedot untuk bayar utang. Akhirnya malah besar pasak daripada tiang.
            Memang dari perspektif ilmu ekonomi, utang bukan sesuatu yang haram. Malah, utang dianjurkan untuk mengakselerasi kekayaan dan kemakmuran. Syaratnya, utang mesti dialokasikan untuk sesuatu yang produktif, dan bukan konsumtif. Misalnya utang untuk membeli rumah atau properti, buat membeli mobil lantas disewakan, atau buat membeli motor lantas diojekkan.
            Ambil contoh utang untuk membeli aset properti. Di tahun-tahun awal, memang terasa berat. Namun, belakangan pasti terasa ringan seiring bertambahnya pendapatan dan berlanjutnya zaman. Karena itu, seandainya sudah terasa agak longgar, tak ada salahnya mengambil lagi utang properti. Toh, total cicilan plus pokok utang bakal lebih kecil dari harga aset properti bila lunas kelak. Aset properti bisa menjadi celengan di masa mendatang, asal dilakukan dengan penuh perhitungan.
            Paling berat bila utang dibelanjakan untuk barang konsumtif seperti handphone atau produk elektronik. Sebab, value-nya terus menurun dari waktu ke waktu, dan di sisi lain kita tetap mencicil pokok dan bunga utang pada periode tertentu. Boleh dikata, utang kartu kredit adalah yang paling menjerumuskan. Sebab, kadang kita tertipu. Ternyata suku bunga kartu kredit kelewatan menjulang.

Lahirkan Ketidakadilan
            Di sinilah rasa ketidakadilan muncul. Bank terlihat begitu ‘rakus’ meraup laba dengan agresif menaikkan suku bunga. Pada tahun awal kredit, suku bunga biasanya memang tetap (fixed). Namun tahun-tahun berikutnya, bunganya terasa mencekik leher dan ogah turun dari ketinggian. Padahal, suku bunga acuan atau BI rate dalam setahun terakhir relatif rendah.
            Namun, yang turun hanya suku bunga simpanan masyarakat. Sedangkan bunga pinjaman tetap bertahan. Bahasa sederhananya, kulakan murah tapi jualannya mahal. Karena itu, tak perlu heran bila perbankan nasional rata-rata meraup untung triliunan, bila melihat laporan keuangan 2010. Seakan-akan insane perbankan hidup dengan kemewahan, bergelimang uang di atas penderitaan orang. Bahkan yang terbaru, ada yang mesti kehilangan nyawa gara-gara bunga dan tagihannya mendadak membengkak.
            Berangkat dari itu semua, kita memang harus menimbang dengan matang sebelum berutang. Ada utang yang menguntungkan, ada pula yang merugikan. Utang kartu kredit pun tak selamanya merugikan. Asal kita disiplin membayar sebelum jatuh tempo, utang kartu kredit malah menguntungkan. Sebab, kita bisa membeli barang tapi bayar belakangan. Bahkan, tak sedikit pul merchant yang memberikan potongan.
            Bagi perbankan, mungkin sudah saatnya mengerem agresifitasnya meraup laba. Ingat, salah satu penyebab krisis keuangan di Amerika Serikat (AS) pada 2007-2008 silam adalah akibat kerakusan lembaga financial meraup untung. Masa untung segunung masih kurang. Justru bunga tinggi menimbulkan beban berat di pundak debitor, dan berpotensi memicu kredit macet. Meminjam istilah guru marketing Hermawan Kartajaya, ”Bagaimana menurut pendapat Anda?”

(Al Falah Edisi Mei 2011 : 15)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0