Semoga Allah Yang
Mahaagung, mengaruniakan kepada kita kehati-hatian atas kesuksesan, karena
orang yang diuji dengan kegagalan ternyata lebih mudah berhasil dibandingkan
mereka yang diuji dengan kesuksesan. Banyak orang yang tahan menghadapi
kesulitan, tapi sedikit orang yang tahan ketika menghadapi kemudahan dan
kelapangan. Ada orang yang bersabar ketika tidak mempunyai harta, tapi banyak
orang yang hilang kesabaran ketika hartanya melimpah. Ternyata, harta, pangkat,
dan gelar yang seringkali dijadikan sebagai alat ukur kesuksesan, dalam
prakteknya malah sering membuat orang tergelincir dalam kesesatan dan
kekeliruan.
Lantas, apakah
sebenarnya makna dari sebuah kesuksesan? Setiap orang bisa jadi memiliki
paradigma yang berbeda mengenai kesuksesan. Namun secara sederhana, sukses bisa
dikatakan sebagai sebuah keberhasilan akan tercapainya sesuatu yang telah
ditargetkan. Pada dasarnya, dalam dimensi yang lebih luas, sukses adalah milik
semua orang. Akan tetapi, persoalan yang sering terjadi bahwa tidak semua orang
tahu bagaimana cara mendapatkan kesuksesan itu. Dalam paradigma Islam,
kesuksesan memang tidak hanya dilihat dari aspek duniawi, namun juga ukhrawai. Untuk itu, kita butuh suatu
sistem atau pola hidup yang memungkinkan kita untuk dapat meraih sukses di
dunia sekaligus di akhirat.
Satu hal yang sejak
awal harus direnungi bahwa sukses dunia jangan sampai menutup peluang kita
untuk meraih sukses akhirat. Justru sukses hakiki adalah saat kita berjumpa
dengan Allah nanti. Apalah artinya di dunia dipuji habis-habisan, segala
kedudukan digenggam, harta bertumpuk-tumpuk, namun ternyata semua itu tidak ada
harganya secuil pun di sisi Allah. Orang yang sukses sebenarnya adalah orang
yang berhasil mengenal Allah, berani taat kepada Allah, dan berhasil menjauhi
segala larangan-Nya.
Orang yang sukses
sejati adalah orang yang terus-menerus berusaha membersihkan hati. Di sisi lain
dia terus meningkatkan kemampuan untuk mempersembahkan pengabdian terbaik, di
mana hal itu akan terlihat dari keikhlasan dan kemuliaan akhlaknya. Sukses
akhirat akan kita raih ketika sukses dunia yang didapatkan tidak berbenturan
dengan rambu-rambu larangan Allah. Betapa bernilai ketika sukses duniawi
diperoleh seiring ketaatan kita kepada Allah swt..
Oleh karena itu, jangan
pernah merasa sukses saat mendapatkan sesuatu. Kesuksesan kita adalah ketika
kita mampu mempersembahkan yang terbaik dari hidup ini untuk kemaslahatan
manusia. Itulah rahmatan lil ‘alamin,
rahmat bagi seluruh alam. Itulah Islam. Begitu pula bila kita menyangka bahwa
sukses itu jika kita telah memiliki rumah yang megah dan harta yang banyak.
Sementara itu, melihat orang yang tinggal di rumah kontrakan kita anggap
sebagai tanda kegagalan. Walhasil, kita justru pontang-panting sekadar untuk
memenuhi itu semua. Bahkan, bisa jadi untuk mendapatkan itu akhlak sama sekali
tidak kita perhatikan. Na’udzubillahi min dzalik.
Sebenarnya, siapa pun
bisa menjadi orang mulia dan sukses, tak peduli ia seorang pembantu rumah
tangga, guru, tukang sayur, atau pejabat pemerintah. Selama orang itu bekerja
dengan baik dan benar, taat beribadah, dan akhirnya mulia, dia bisa menjadi
orang sukses. Bisa jadi orang yang sukses itu hanyalah seorang pembantu rumah
tangga. Saat bekerja ia melakukannya sepenuh hati. Ia bekerja dengan baik.
Dalam pekerjaannya itu ia jaga shalatnya, tidak berkata dusta, dan ia
benar-benar menjaga kelakuannya terhadap majikan. Sebaliknya, ada juga majikan
yang kasar, ketus, dan juga kaya, namun kekayaannya itu sendiri didapatkan
dengan cara yang tidak halal. Bukanlah lebih mulia pembantu daripada majikan
yang seperti itu.
Begitupun yang sukses
bisa jadi hanya berprofesi sebagai guru SD. Ia tak begitu dikenal. Ke sekolah
pun terkadang dengan berjalan kaki. Akan tetapi, dengan tulus ia tetap
menjalani profesinya. Bisa jadi ia lebih mulia daripada rektor yang jarang
mengenal sujud di hadapan Allah. Sebab,
apalah arti jabatan rektor tersebut atau
gelar profesornya bila tidak memiliki kemampuan mengenal Tuhannya sendiri.
Atau mungkin seorang
pedagang sayur. Dia jujur dan tidak pernah mengurangi timbangan. Untungnya juga
tidak terlalu banyak. Akan tetapi, ia tetap mulia dalam pandangan Allah.
Dibanding pengusaha besar yang sudah licik, suka menyuap, juga serakah. Maka,
demi Allah! Kedua-duanya akan sampai kepada kematian. Adapun yang mulia
dihadapan-Nya tetap orang yang jujur.
Maka berhati-hatilah,
bukan gelar yang membuat baik seseorang. Bukan jabatan yang membuat seseorang
terlihat baik. Itu semua hanyalah “topeng”. Semuanya tak ada apa-apanya kalau
pribadinya sendiri tidak berkualitas. Oleh karena itu, pantang kita hormat
kepada orang yang tidak menjadikan kemuliaannya untuk taat kepada Allah. Entah
itu jabatannya sebagai direktur utama sebuah perusahaan, entah ia berpangkat
sebagai jenderal, menteri, wakil rakyat, bahkan presiden sekalipun, kalau ia
menjadikan pengaruhnya untuk berbuat tidak adil dan berakhlak buruk.
Dalam Al-Quran surah
al-Hujuraat ayat 13 dijelaskan bahwa, “Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa di antara kamu.” Jadi, yang paling mulia bukanlah orang yang
paling banyak gelarnya atau orang yang paling kaya dan dianggap paling sukses.
Orang mulia dan sukses adalah orang yang berhasil mengenal Allah. Lalu, dia
taat pada-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Tegaknya Islam di zaman
Rasul saw. juga bukan karena pangkat, kedudukan, dan gelar. Islam tegak karena
kemuliaan akhlak kaum muslimin saat itu. Ekonomi Indonesia hancur tidak
disebabkan oleh kurangnya orang pintar di negara ini, tapi lebih dominan
disebabkan oleh kurangnya orang yang berakhlak mulia. Dunia perpolitikan hancur
bukan disebabkan oleh kita yang tidak mengerti politik, tapi lebih disebabkan
oleh orang-orang zalim, licik, serakah, dan tidak bermoral.
Kita kembali kepada
Al-Quran bahwa orang yang sukses adalah orang yang paling berhasil menata
dirinya, menata pikirannya, menata matanya, menata mulutnya sehingga hidup ini
ada dijalan yang tepat, yang disukai Allah. Posisi apa saja tidak apa-apa,
tidak harus menjadi orang top dalam pandangan manusia, yang penting top dalam
pandangan Allah karena tidak mungkin semuanya jadi presiden. Toh tidak mungkin
satu negara presiden semuanya. Kalau di sebuah negara presiden semua, ini
negara bingung, malah negara yang berpenyakit jiwa. Tidak mungkin kita jenderal
semua. Kalau kesuksesan dianggap jenderal maka cuma sedikit orang yang sukses.
Sukses dalam pandangan
Allah tidak diukur dalam keadaan gelar, tidak diukur dari penampilan, tidak
diukur dari banyaknya jamaah, tidak diukur oleh harta, tetapi adalah berhasil
tidak dia taat kepada Allah. Sukses adalah ketika dia mempunyai kedudukan, dia
tetap taat, tetap tawadhu, dan berakhlak mulia. Dia popular tapi popularitasnya
bisa menjadi figure yang mengajak orang lain taat.
Maka orang yang sukses
adalah orang yang tidak pernah tidak merasa dirinya sukses, kecuali semua ini
adalah amanah Allah.
Orang yang sukses
adalah orang yang tidak merasa suci dan ingin dipuji. Orang yang sukses adalah
orang yang selalu bisa memuji Allah, dan tobat memohon ampun. Dia sadar bahwa
apa pun yang diperolehnya adalah amanah. Insya Allah kita songsong saat
kematian kita besok lusa dengan mempersembahkan karya terbaik kita dalam
kehidupan. Ikhlas karena Allah. Itulah misi kehidupan kita, bukan
pengumpul-pengumpul dunia yang akan kita tinggalkan. Dan itulah makna sukses
yang sejati.
Wallahu
a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar