RSS

MENGGANTI DENDAM MENJADI IHSAN

Banyak film yang bercerita tentang aksi balas dendam seseorang akibat pembantaian keji yang dilakukan penjahat terhadap anak, istri, keluarga, atau sahabatnya. Dalam cerita seperti itu, biasanya orang yang melakukan balasa dendam tersebut menjadi satu-satunya orang yang selamat dari pembantaian. Selanjutnya dapat ditebak, pada ujung cerita penonton biasanya akan disuguhi adegan balas dendam yang sangat keras dan berdarah-darah.
Dendam merupakan buah dari hati yang terluka, tersakiti, teraniaya, atau yang merasa terambil haknya. Wujud dendam yang paling konkret adalah kemarahan. Seseorang meluapkan amarahnya karena tidak suka melihat orang yang dia benci mendapat kesenangan. Dia lebih suka melihat orang itu sengsara, melebihi dirinya. Makin membara dendam seseorang, dia akan sekuat tenaga mencari jalan untuk mencemarkan, mencoreng, bahkan kalau perlu mencelakakan “musuh” sampai binasa.
Berbagai alas an memang tak jarang membuat seseorang tega melakukan balas dendam dengan keji. Ada yang balas dendam karena merasa telah ditipu atau karena takut disaingi. Perasaan iri, dengki, dan disisihkan juga dapat membuat seseorang tiba-tiba ringan tangan dan tidak punya belas kasihan. Hatinya mendadak beku dan sedikit pun tidak kenal ampun. Yang terbesit dalam benaknya hanya satu : balas dendam!
Seperti itulah ketika hati seseorang diliputi rasa dendam yang membara. Ia belum merasa puas kalau dendamnya belum tumpah terbalaskan. Tidur tak terasa nyenyak, setiap hari hatinya diliputi perasaan gelisah. Di pelupuk matanya selalu terbayang seorang “musuh” yang sedang menari-nari menantang dirinya. Itulah keadaan diri seorang pendendam. Lalu bagaimana sebenarnya kedudukan orang pendendam di sisi Allah?
Mungkin sudah merupakan sifat lumrah manusia, manakala hatinya disakiti orang lain, dia akan menyimpan rasa sakit hati yang bisa berujung pada rasa dendam. Akan tetapi, bukan berarti kita harus dendam setiap kali disakiti atau didzalimi. Malah sebaliknya, jika didzalimi maka doakan orang-orang yang mendzalimi itu agar bertobat dan menjadi orang saleh. Apalagi doa orang yang teraniaya itu mustajab, sehingga ketika kita didzalimi, saat itu terbuka peluang doa-doa kita akan dikabulkan. Jika kita meminta sesuatu, Allah akan mengabulkan. Nah, mengapa kita tidak minta agar orang-orang yang dzalim itu, Allah ubah menjadi saleh?
Memang pahit rasanya, kita mendoakan kebaikan untuk orang-orang yang telah menyakiti diri kita. Tapi akan lebih pahit lagi jika orang itu tidak berubah lebih baik. Bisa jadi dia akan lebih memperpanjang lagi daftar kedzalimannya. Di sinilah tampaknya  kita harus mulai belajar menerima sikap buruk orang lain lalu membalasnya dengan balasan sikap yang terbaik. Hal ini tidak merugikan, justru akan menjadi sarana untuk menuju kemuliaan.
Ada sebuah formula kemuliaan yang telah dituntunkan oleh Allah “Idfa’ billatii hiya ahsan.” (Balaslah sikap buruk orang lain dengan sikap yang lebih baik [ahsan]). Dan ternyata, sikap ahsan itu dapat mengubah permusuhan menjadi persahabatan. Bagaimana orang lain akan menerima kita, jika dia hanya disuguhi kemarahan dan kebencian kita? Kita jangan memimpikan orang lain akan berbuat baik terhadap kita. Namun justru, kitalah yang harus memulainya.
Untuk mencapai derajat ahsan memang tidak mudah. Tapi, kita bisa belajar sejak sekarang dengan cara selalu bersikap baik, tanpa menghitung untung-rugi dari setiap kebaikan yang kita perbuat. Syaratnya, kita harus mempunyai kesabaran dan tetap mengharap karunia dari Allah swt.. Biarlah Allah yang akan membalas segala amalan baik yang telah kita lakukan. Adapun tentang amalan buruk orang lain, marilah semua itu kita sikapi dengan hati yang bening dan lapang.
Allah memelihara Rasulullah saw. dari  sifat pendendam. Betapa pun beliau telah dihina, dicaci, bahkan berulang kali hendak dimusnahkan jiwanya. Tapi jiwa Rasul adalah jiwa yang lapang. Atas semua itu beliau memaafkan, melupakan, juga berdoa baik. Rasa maaf beliau begitu melimpah. Tidak sedikit orang menyakiti beliau, namun melihat keluhuran akhlaknya, hati-hati mereka melunak lalu memeluk Islam.
Sadarilah bahwa dendam adalah sifat yang amat buruk. Selain bisa menghancurkan kebahagiaan, pikiran, dan akhlak, dendam juga bisa menjerumuskan orang ke dalam kerugian dunia-akhirat. Oleh karena itu, berangsiapa yang dibelit rasa dendam, maka segeralah mengubah rasa dendam tersebut dengan kebaikan. Kita tidak bisa memaksa orang lain bersikap baik kepada kita. Tapi, kita bisa memaksa diri kita untuk berbuat baik pada orang lain.
Dalam Al-Quran surah al-Hujuraah ayat 11, Allah swt. berfirman, “Bahwasanya orang-orang yang beriman itu bersaudara.” Jika kita menganggap orang lain adalah saudara, maka segala perselisihan dan pertikaian akan diselesaikan secara kekeluargaan layaknya perselisihan antara adik dan kakak. Karena suatu sebab, seorang kakak bisa saja memusuhi adiknya, begitu pun sebaliknya. Akan tetapi, pertengkaran mereka biasanya tidak berlangsung lama. Jika tidak diselesaikan sendiri, orang tua akan berperan mendamaikan. Mungkin saja mereka akan disuruh pacantel (Sunda : saling mengaitkan jari kelingking sebagai tanda perdamaian). Solusi ini tampaknya sederhana, tapi realistis.
Permasalahan kadang berubah menjadi rumit, manakala sifat egois lebih menonjol mengalahkan hubungan darah dan hati (persaudaraan). Apalagi jika tidak ada orang tua yang dapat mendamaikan. Untuk itu, kita butuh kunci-kunci untuk membuka pintu yang menghalang terciptanya persaudaraan antarsesama.
Kunci pertama adalah latihan. Makin banyak kita merasa bersaudara, makin ringan beban yang harus dipikul. “Seribu saudara akan terasa kurang, namun satu mush terasa sangat banyak.” Sayangnya, kebanyakan kita lebih mudah menciptakan permusuhan disbanding menjalin persaudaraan. Baru tersenggol atau berbeda pendapat sedikit saja langsung tersinggung. Orang tua pun sampai tega menganggap anaknya sendiri sebagai musuh. Begitu pun dengan istri, orang tua, mertua, dan lain-lain. Lalu kenapa kita akan merasakan bahagia di dunia, jika hati selalu diliputi perasaan dendam?
Walau kita berbeda secara fisik, tapi tetap saja nenek-buyut kita semua adalah Adam a.s. dan Bunda Hawa. Artinya, factor tempat mungkin memisahkan kita, tapi secara hakiki kita saling bersaudara sebab kita adalah sama-sama keturunan Adam a.s.. Tidak ada salahnya kalau kita berlatih menjalin persaudaraan dari sekarang, toh perbedaan itu indah.
Kunci kedua, jangan mempersulit diri. Pikiran kita jangan digunakan untuk memperumit masalah, tapi gunakan untuk mencari solusi masalah. Pernah ada yang bercerita tentang seseorang yang membeli tiga kilo jeruk. Kemudian di mengetes rasa jeruk itu satu per satu, ternyata rasanya asem semua. Maka dia pun protes pada penjualnya. Dia merasa dirugikan karena tiga kilo jeruk yang dibeli asem semua. Tapi sesudah itu, dia baru tahu bahwa penjual jeruk itu jauh lebih rugi. Tiga kuintal jeruk dagangannya asem juga. Seharusnya, orang itu merasa bahagia karena telah ikut meringankan beban penjual jeruk dengan membeli jeruk darinya. Walau hanya tiga kilo, setidaknya cukup mengurangi kerugian.
Kunci ketiga, adalah memiliki semangat berbuat demi kemaslahatan bersama. Jangan sampai kita untung sendiri, sedang orang lain merugi. Makin banyak orang yang merasa senang, makin tenteram hidup kita. Makin banyak orang yang tersakiti, justru mereka akan mencari-cari kesempatan untuk mencelakakan kita.
Untuk menghilangkan rasa dendam yang membara dalam hati, kita harus melatih hati kita agar tidak terlalu sensitif. Sekejam apa pun sikap orang lain, kita siap menghadapinya sebab hati kita telah terlatih. Hati yang terlatih dan kuat akan terpelihara dari dendam kesumat. Kalau kita disakiti seseorang, jangan melihatnya sebagai orang yang telah menyakiti kita, tapi lihatlah dia sebagai sarana ujian dan lading amal dari Allah. Kalau kita selalu melihat orangnya, maka hati akan sakit.
Kalau kita dikritik, dibenci, atau dikoreksi orang, maka kita harus evaluasi diri. Kita tidak akan pernah rugi dengan langkah ini. Kita harus meneliti kalau-kalau perilaku kita selama ini cukup membuat orang lain kesal. Jangan pernah merasa sombong dengan kesalehan diri sendiri. Selalulah merasa kurang dan kurang dalam berbuat kebaikan.
Langkah berikutnya, kita harus selalu memperbaiki diri. Jawaban kita atas segala permasalahan adalah akhlak yang baik. Biarlah orang akan mencemooh atau menghina. Pada akhirnya, orang akan melihat siapa yang buruk dan siapa yang baik. Kalau kita berakhlak luhur, Allah akan memuliakan kita. Jika Allah telah menganugerahkan kemuliaan, penghinaan orang sekejam apa pun tidak aka nada artinya.
Maka sekali lagi, “Idfa’ billatii hiya ahsan!” Balaslah sikap buruk orang lain dengan sikap yang lebih baik. Apalagi jika orang lain telah bersusah payah berbuat baik pada kita, maka tiada pilihan lain selain membalas semua itu dengan kebaikan yang lebih tinggi. Semoga Allah menolong kita menjadi pribadi-pribadi yang ihsan. Amin.
Wallahu a’lam.

(K.H. Abdullah Gymnastiar || Meraih Bening Hati dengan Manajemen Qolbu : 120 - 125)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Lucky Club Casino site - Lucky Club Live
Lucky Club 카지노사이트luckclub online casino review. Lucky Club is one of the most successful and reliable online casino software providers. It was established in 2020 and has  Rating: 3 · ‎Review by Lucky Club VIP

Posting Komentar