RSS

MERAIH HIDAYAH ALLAH




Pernah ada seseorang yang matanya tertutup, disuruh berjalan, akhirnya menangis. Mengapa? Karena setiap langkahnya penuh dengan keraguan. Ia merasa setiap langkahnya selalu berisiko. Mungkin terpeleset, jatuh dari tangga, kepala terantuk, atau tubuhnya memberntur dinding.
Begitulah kira-kira, kalau kita tidak mendapatkan cahaya dalam hidup ini. Lalu bagaimana hati kita tidak mendapatkan cahaya kebenaran?
Berada di lorong gua yang gelap memang sangat merepotkan. Setiap langkah tidak pernah tentram dan selalu dicekam kecemasan. Begitupun orang yang tidak mendapatkan tuntunan dari Allah. Hidupnya akrab dengan kecemasan. Perasaan yang ada hanya takut. Takut tidak kebagian dunia, takut oleh manusia, takut mati, dan lain-lain. Persis seperti orang yang masuk ke dalam rimba belantara. Walaupun membawa bekal, tapi tidak membawa peta. Bekalnya banyak tapi takut habis, akhirnya dia pun panik.
Orang yang tidak mendapat hidayah dari Allah, hidup di dunia ini terasa lelah, takut, tegang, waswas, cemas, gelisah, dan bingung. Tidak sedikit orang kaya malah menderita dengan kekayaannya. Kekayaan yang melimpah ruah justru semakin membuatnya sengsara, semakin kaya semakin banyak barang yang harus dijaganya. Sementara semakin mahal barang, boleh jadi semakin menyiksa. Takut hilang, biaya perawatan tinggi, mengundang minat pencuri, memunculkan sifat ingin dipuji orang lain, dan sebagainya.
Di sisi lain, ada pula yang menyangka bahwa dengan kedudukan, penampilan, dan gelar maka seseorang akan memperoleh kemuliaan. Dia menganggap kemuliaan itu datang dari gelar.  Akibatnya, dia kasak-kusuk ke sana kemari memburu kedudukan dan gelar. Kuliah tidak, sekolah tidak, tiba-tiba bertitel Mastr, Ph. D, SH. Mati-matian ikut BL (body language), tapi makin lama makin tua, tidak bisa tidak. Meskipun memakai masker mentimun, tomat, dan semacamnya, tetap saja akan menjadi tua, kulit keriput, dan mulai bersisik.
Lalu mengapa orang sampai mau membeli gelar. Membohongi dirinya sendiri? Padahal, semua itu tidak ada artinya kalau dia tidak mendapatkan hidayah dan taufik dari Allah untuk menjadi orang yang kenal kepada agama. Setinggi apapum gelar atau kedudukannya, setiap manusia pasti akan mati. Pejabat tinggi sekalipun ujung-ujungnya pension lalu mati. Yang jadi masalah adalah akhir pensiunnya, apakah namanya akan harum atau malah menjadi hina gara-gara kedudukannya?
Sinetron baru bagus, kalau para pemainnya membaca, mempelajari, dan menghafal skenarionya dengan baik. Bagaimana akting orang akan sesuai skenarionya, kalau dia tidak pernah mempelajari skenario? Begitupun kita, keluarga pasti berantakan, di sekolah pasti berantakan, di kantor pasti berantakan, bernegara pun berantakan, kalau kita tidak mengenal skenario dari Allah SWT. Dan, skenario tersebut adalah al-Islam, tuntunan agama ini.
Orang yang jauh dari agama, jauh dari Al-Quran, apa pun yang diberikan Allah kepadanya pasti hanya akan membuat dirinya hina. Harta, gelar, pangkat, jabatan, atau penampilan yang diberikan Allah, kalau tidak diiringi dengan ketaatan kepada Allah, pasti akan menyiksa. Hidupnya hiruk-pikuk, rebutan, sikut sana, sikut sini. Tidak peduli aturan, tidak peduli etika.
Kalau kita mendapat hidayah dari Allah, seperti berjalan di terang-benderang. Mantap! Sekalipun barang-barang harganya naik, kita tidak akan takut, karena yakin bahwa Allah Mahatahu apa yang kita butuhkan lebih dari pengetahuan kita sendiri. La khaufun ‘alaihim wa laa hum yahzanuun, ‘tidak ada ketakutan pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati’. Itulah orang yang mendapat hidayah dari Allah, dia tidak pernah panik dengan dunia ini. Tapi, dia akan merasa galau kalau tidak mampu menyempurnakan apa yang bisa dia lakukan.
Jika orang lain takut tidak punya uang, maka orang yang memperoleh hidayah takut kalau tidak punya jujur, takut jika tidak punya syukur, takut tidak punya sabar. Orang bisa takut karena tidak memiliki gelar, padahal yang seharusnya ditakuti adalah ketidakmampuan mempertanggungjawabkan gelar tersebut. Orang takut tidak mempunyai penampilan bagus, justru seharusnya takut jika penampilannya akan membawa fitnah (cobaan). Beda takutnya para pecinta dunia dengan orang yang mendapat hidayah dari Allah SWT..
Dalam Al-Quran surah asy-Syams ayat 8, Allah SWT. Berfirman. “Dan Allah telah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan”. Dengan kata lain, setiap orang sebetulnya sudah diberi fasilitas oleh Allah. Dia mau baik atau buruk bergantung pada kesungguhan dan ketaatannya dalam mengikuti petunjuk Allah.
Lebih lanjut, dalam Al-Quran surah Ali Imran ayat 73, Allah SWT. Berfirman, “Dan janganlah kamu percaya melainkan kepada orang yang mengikuti agamamu. Katakanlah, sesungguhnya petunjuk yang harus diikuti ialah petunjuk Allah”.
Dari ayat di atas tersirat bahwa kita harus senantiasa mengikuti petunjuk yang Allah gariskan, yakni dengan bersungguh-sungguh mencari hidayah Allah, sebab hanya dengan begitu seseorang akan memperoleh kebaikan. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasululllah SAW., “Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang, maka dia diberi pendalaman dalam ilmu agama”. (HR Bukhari)
Buya Hamka, semoga Allah memuliakan dan merahmati beliau, pernaha menyatakan bahwa hidayah itu seperti pesawat terbang. Kalau landasannya sederhana, yang mendarat adalah helikopter. Jika landasan agak bagus maka bisa didarati pesawat jenis capung. Jika lebih baik lagi mungkin bisa twin otter, lebih mantap lagi oleh cassa, lebih bagus lagi mungkin jumbo jet. Allah telah menyiapkan segalanya untuk kita. Tiap-tiap sesuatu sepadan dengan ketahanan kita. Pertanyaannya adalah kita bersungguh-sungguh merindukan hidayah itu atau tidak?
Sebagai contoh, Cat Steven, seorang penyanyi ternama yang sangat merindukan siapa Tuhan. Dia menjelajah ke sana sini dan mencari terus. Sampai kakaknya memberinya the Holy Quran, Kitab Al-Quran. Di abaca dan pelajari Al-Quran dengan sungguh-sungguh hingga akhirnya dia tertarik, lalu masuk Islam. Begitulah, setiap orang yang bersungguh-sungguh mencari hidayah Allah, pasti Allah akan memberikan jalan. Sebagaimana firman Allah, “Dan orang-orang yang berjihad (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang berbuat ihsan (baik).” (al-‘Ankabuut : 69) Oleh karena itu, yang menjadi masalah adalah bukan soal hidayahnya, tetapi apakah kita telah bersungguh-sungguh dalam mencarinya.
Akhirnya, di samping tetap istiqamah dalam meraih hidayah Allah kita pun harus terus memanjatkan doa, “Yaa muqallibal quluub, tsabbit qalbii ‘alaa diinika. Rabbanaa laa tuzzigh quluubana ba’da idz hadaitana wahablanaa min ladunka rahmah innaka antal wahhaan,” ‘Wahai Allah yang membolak-balikkan hati, teguhkan hatiku di atas agama-Mu. Yaa Rabb, jangan palingkan hati kami sesudah Engkau beri kami petunjuk. Dan karuniakan untuk kami dari sisi-Mu kasih saying. Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi’. Semoga Allah yang membolak-balikkan hati menetapkan hati kita pada dinul Islam. Semoga hati kita tidak dipalingkan, dicabut nikmat iman ini, setelah kita memperoleh hidayah Allah.
Langkah paling awal untuk meraih hidayah ini adalah dengan terus mencari ilmu sekuatnya. Tiada hari tanpa mencari ilmu, tiada hari kecuali bertambah amal dan tiada hari kecuali menambah bersih hati kita. Makin banyak ilmu kita, makin produktif dalam beramal, dan makin bening hati kita. Mudah-mudahan dengan ilmu yang diamalkan dan keikhlasan beramal, maka akan menjaga kita dari dicabutnya nikmat Allah yang termahal, yakni hidayah. Amin.
Wallahu a’lam.

(K.H. Abdullah Gymnastiar || Meraih Bening Hati dengan Manajemen Qolbu : 9 - 13)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar