“Orang
yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah
orang-orang yang cerdas. Mereka pergi membawa kemuliaan dunia dan kemuliaan
akhirat” (HR. Ibnu Majah)
B
|
etapa banyak dari kita yang bekerja dari
pagi hingga petang, merasa menjadi orang yang paling sibuk. Jangankan tilawah,
jangankan menghadiri kajian, jangankan menunaikan ibadah sunnah, shalat wajib 5
waktu saja sangat memberatkan dan bahkan tidak mengerjakan.
Tak sadar dihadapan
Tuhan seolah-olah kita adalah orang tersibuk, padahal seluruh waktu, seluruh
jatah usia, bahkan hidup kita seharusnya kita persembahkan dalam pengabdian
kepada-Nya. “Dan Aku tidak menciptakan
jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyat :
56)
Andaikan kita sadar
bahwa tiap embusan napas kita merupakan embusan napas yang mendekatkan kita
pada ajal. Andaikan kita sadar bahwa setiap detak jantung yang kita rasakan
merupakan detak jantung yang membawa kita pada kematian. Andaikan kita sadar,
pertambahan tahun yang selalu kita rayakan setiap tahunnya merupakan selangkah
mendekatkan kita ke alam barzah. Masihkah kita tega untuk mengesampingkan
perintah-Nya?
Parahnya lagi, di
tengah kesibukan mengejar ambisi hidup yang tak kunjung usai, terkadang kita
terbawa suasana jiwa yang hampa dan jenuh. Kita seolah-olah merasa ada yang
hilang dan kurang dari diri kita. Yaitu memaknai perjuangan kita ini untuk apa.
Akan ada masa dimana
kita merasa benar-benar jenuh dengan rutinitas yang selama ini kita lakukan. Bangun
pagi, berangkat ke kantor, mengerjakan tugas kantor, pulang ke rumah bertemu
orang yang sama, dan beranjak tidur. Esoknya bangun lagi dan menjalani
aktivitas yang sama. Begitu seterusnya, sampai kapan? Sampai meninggal dunia.
Dengan kenyataan
seperti itu, masihkah kita habiskan detik demi detik hidup kita dengan hal-hal
remeh yang tidak bermanfaat? Masihkah kita mengisi sisa hidup ini dengan
aktivitas yang biasa-biasa saja? Saya berpikir, andaikan setiap saat kita
menghadirkan ingatan terhadap kematian, saya yakin kita akan berpikir jutaan
kali untuk melakukan perbuatan yang tidak bermanfaat dalam hidup ini. Usia manusia
tidak ada yang tahu. Maka berhati-hatilah jika hendak bermaksiat. Jangan sampai
ketika malaikat maut mencabut nyawa kita, kita dalam keadaan berdosa.
Dunia ini hanyalah
panggung sandiwara. Jika di duni kita berperan menjadi petani, jadilah petani
yang baik. Niatkan segala pekerjaan, mulai dari mencangkul, menanam, memanen
hanya untuk pengabdian kepada-Nya. Jika kita berperan menjadi polisi. Jadilah polisi
yang jujur. Jika skenario Tuhan mengatakan “Hindari Suap!”, maka jangan
coba-coba bermain dengan suap.
Ketika kita sadar bahwa
dunia adalah panggung sandiwara, berperanlah sebaik mungkin. Patuhilah skenario
Allah yang telah tercantum dalam Al-Quran dan Sunnah. Beraktinglah sesuai
dengan petunjuk dari Sang Sutradara Kehidupan. Yakinlah, yang namanya pentas
pasti ada ujungnya. Apa pun perannya, bersabarlah untuk selalu mematuhi
skenario-Nya.
Coba sejenak kita
merenung, kita semua sangat tahu bahwa tidak ada satupun orang yang menjamin
besok kita masih hidup, tapi dengan santai kita membuang sisa umur ini dengan
kemalasan, penundaan, serta melakukan aktivitas yang merugikan. Maka, mari
manfaatkan usia yang masih tersisa ini dengan amal kebaikan. Kita tidak akan
pernah tahu, Tuhan mengaruniakan waktu sampai kapan. Jangan sampai saat Tuhan menjemput
ruh kita, kita masih punya banyak timbunan dosa. Jangan sampai saat Tuhan
menjemput ruh kita, amal ibadah kita masih kurang.
Sungguh, hidup ini
sangat singkat. Jalani dengan semangat. Isi dengan ketaatan dan hal yang
bermanfaat. Hindari maksiat. Semoga dengan itu kita selamat. Bahagia dunia dan
akhirat.
(Al-Falah
|| Ghoffar Maarif || Edisi April 2016 : 18)
0 komentar:
Posting Komentar