Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah. Hendaknya setiap orang
memerhatikan perbuatan yang dia lakukan untuk hari esok dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.
Al-Hasyr [59] : 18)
Keyakinan pada hari akhir ada di setiap
manusia, disebabkan beberapa hal :
1. Keinginan
untuk berjumpa dengan orang-orang yang dicintai. Umur manusia sangat terbatas.
Suatu saat, setiap individu pasti akan menemui ajalnya. Untuk itu, pada jiwa
seseorang terpendam keinginan bertemu kembali dengan orang-orang yang dicintai
yang telah lama meninggal, entah itu anak, istri, suami, atau orangtua.
2. Di
dunia ini, keburukan justru sering menang di atas kebaikan. Untuk itu, hati
nurani seseorang mengharapkan keadilan dan kesejatian yang sebenar-benarnya
kelak pada hari akhir. Beberapa pertanyaan yang menggelisahkan seseorang
sewaktu di dunia sehingga mengingatkannya pada hari akhir; misalnya, Aku sudah
jujur, tetapi mengapa tidak berhasil? Aku telah belajar keras supaya lulus
sebagai PNS, tetapi mengapa yang lulus justru orang yang mennyogok? Seharusnya
Si Fulanlah yang salah, tetapi mengapa justru aku yang dipenjarakan? Mengapa
koruptor kelas kakap yang merampok uang Negara trilliunan justru bebas dan
berleha-leha, sementara maling ayam dibunuh beramai-ramai? Dan seterusnya.
Betapa banyak kejadian yang
keburukan menang di atas kebaikan dan kehinaan mengalahkan kemuliaan.
Sementara, orang yang umurnya pendek belum sempat menyaksikan balasan yang adil.
Hidup yang adil dan beradab seharusnya tidak menerapkan hukum rimba, yaitu
siapa yang kuat dan berkuasalah yang menang; sementara yang lemah dan tidak
berdaya semakin teraniaya dan terinjak-injak. Berhadapan dengan fenomena hukum
rimba, manusia yang hati nuraninya jernih pun memberontak.
Menurut manusia yang punya hati,
berat rasanya kalau kebaikan tidak memperoleh kemenangan besar serta keburukan
tidak mendapat balasan yang setimpal. Keyakinan kepada Tuhan Yang Maha-adil
sesungguhnya menuntut keseimbangan dan keselarasan hidup ketika kebaikan
mengalahkan keburukan, dan kemuliaan mengalahkan kejahatan. Jika keadilan dan
kebaikan tidak bisa tegak di dunia yang fana ini, wajarlah jika seseorang
sangat yakin akan dating hari akhir dan hari pembalasan.
3. Keyakinan
bahwa tempat kembali manusia dan binatang setelah mati tidaklah sama. Manusia
pasti tidak sama dengan binatang. Sesudah mati, manusia masih harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya seawaktu di dunia; sementara binatang
tidak. Untuk itu, manusia meyakini adanya hari kiamat dan hari pembalasan.
Ketiga hal tersebut membentuk
keyakinan bahwa hidup kita haruslah punya tujuan yang jelas. Dengan tujuan yang
jelas, kita berharap mampu memenuhi berbagai hal yang dijanjikan Allah Swt.
kelak di akhirat. Akhirat adalah kehidupan sesudah kematian. Ketiga faktor
tersebut muncul dalam hati manusia dan menjadi energi membentuk sejarah
hidupnya.
Seseorang sulit membohongi dirinya
sendiri berkaitan dengan suara hati yang percaya pada kehidupan sesudah
kematian. Buktinya, ketika seseorang melakukan dosa dan kesalahan, pasti ada
rasa penyesalan dalam hati. Orang yang melakukan keburukan dan kejahatan pasti
akan diprotes hati nuraninya sendiri. Keberadaan hari akhir, hari pembalasan,
dan alam akhirat merupakan keyakinan yang tertanam dalam hati manusia.
Untuk itu, ukirlah karya nyata di
dunia ini sebaik mungkin seolah-olah kita akan mati ketika matahari terbit dari
sebelah timur, esok pagi. Dengan keyakinan ini, kita tidak akan punya waktu
untuk berdiam diri barang sejenak pun. Meskipun memejamkan mata ketika
beristirahat pada tengah malam, hati kita sebaiknya selalu siaga berzikir
kepada Allah Swt. Setan pun tidak punya kesempatan untuk menggoda kita.
Lakukanlah hal-hal yang baik, bermanfaat, dan bermakna karena semuanya bisa
menjadi bekal kehidupan kita, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Bergeraklah penuh kekuatan dan
dinamika untuk mewujudkan cita-cita yang mulia di jalan Allah dan kemanusiaan.
Berusahalah sekuat tenaga agar hidup kita bermanfaat sebesar-besarnya dan seluas-luasnya
bagi kehidupan. Yaitu, bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan
kemanusiaan secara lebih luas. Rasulullah Swa. bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya.” Kita
pun mampu berujar, “Inilah usaha dan prestasiku, semoga apa yang kulakukan
menjadi rahmat bagi semesta kehidupan, dan Allah mencatatnya sebagai amal
saleh.”
0 komentar:
Posting Komentar