RSS

DZIKRUL MAUT




Betapa memang hidup di dunia ini hanya sekadar mampir. Tapi saying, banyak orang yang tidak menyadari bahwa kematian itu bisa dating setiap saat. Kematian bisa datang kapan pun tanpa pernah kita menyadarinya. Dia bisa datang saat yang jauh nanti, tapi bisa juga di saat yang dekat. Oleh karena itu, betapa pentingnya kita selalu sadar bahwa detik-detik kita bisa tiba menjadi momen kematian. Mudah-mudahan kita diberikan kemudahan untuk bisa menyikapi detik yang berlalu dengan niat yang benar dan perbuatan yang utama.
Allah swt. berfirman dalam surah al-A’raaf ayat 34, “Dan setiap umat mempunyai batas waktu (ajal), maka apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak akan dapat mengundurkannya sesaat pun dan mereka tidak dapat pula memajukannya”. Demikian pula Rasulullah saw. telah bersabda, “Perbanyaklah kalian mengingat mati, sebab seorang hamba yang banyak mengingat mati, maka Allah akan menghidupkan hatinya dan Allah akan meringankan baginya rasa sakit saat kematian.”
Ada perumpamaan yang baik. Ikan di laut, walaupun airnya asin, tapi tubuh ikan itu tetap tidak menjadi asin, karena ikan itu hidup. Tapi, kalau ikannya sudah mati dan sekujur tubuhnya dilumuri garam, maka daging ikan itu akan menjadi asin. Walaupun maksiat di sana sini, cobaan terus mendera, musibah begitu gencar, tapi kalau hatinya hidup maka dia tidak akan larut dalam maksiat. Tapi kalau hatinya mati, sedikit saja ada godaan, dia sudah terkontaminasi oleh godaan-godaan tersebut.
Rasulullah mengatakan bahwa dzikrul maut (ingat mati) itu adalah salah satu upaya untuk menghidupkan hati kita. Dengan kata lain, orang-orang yang sangat jarang ingat kematian, berpeluang hatinya mengeras, beku! Lalu mati akibat akrab dengan kemaksiatan. Saying, kita terkadangalergi ketika dengar kata kematian. Mengapa? Karena kita terlalu senang dengan perhiasan dunia ini. Lalu kita ketakutan ketika semua perhiasan itu berkurang, rusak atau lenyap dari sisi kita. Padahal kalau mau jujur, dunia ini tidak seberapa. Kita hanya mampir dan mau tidak mau kita pasti mati. Kematian adalah episode yang pasti akan menimpa.
Saya baca dalam majalah, bagaimana suasana para mujahidin berperang di Chechnya dan Afganistan. Ketika begitu gencarnya peluru berseliweran seperti nyamuk, mereka sambil bersembunyi ngobrol biasa saja, seolah-olah cuek dengan situasi bising di luar. Mengapa mereka tidak gentar? Mereka sedemikian berani sebab yakin bahwa setiap peluru itu ada alamatnya. “Peluru” kematian jika sudah datang waktunya, tidak ada yang bisa mengelak.
Banyak di antara kita melihat teman meninggal, sanak saudara wafat, namun hal itu tidak menggugah hati kita. Seharusnya kematian itu bisa menjadi pengingat. Maka ketika Rasulullah saw. ditanya tentang siapa yang paling cerdas? Menurut beliau orang yang paling cerdas itu adalah orang yang paling banyak ingat mati dan yang paling mempersiapkan diri untuk itu. Padahal biasanya istilah cerdas itu lebih dihubungkan denga IQ, gelar, studi, dan lain-lain. Jelas sekali, kita tidak tahu kapan kita akan mati. Orang yang cerdas selalu mempersiapkan diri untuk mati. Niat selalu dijaga agar lurus, ikhtiar selalu dipelihara di atas jalan yang baik. Akibatnya, kapan pun mati nggak ada masalah, yang penting semuanya berakhir dalam husnul khatimah.
Maka, kalau kita mau berangkat ke mana pun harus dengan niat yang benar. Belum tentu kita kembali, nggak ada jaminan bahwa kita akan kembali lagi. Kalau sudah waktunya maut bisa terjadi di mana saja. Mau naik pesawat, kita harus siap bahwa pesawat sekarang banyak yang mendarat tidak pada tempatnya. Di kamar mandi kaki terpeleset geledug, meninggal bisa saja! Lagi nonton badminton, ketika ketawa … jantung berhenti dan mendadak meninggal. Lagi makan bakso kaget, mangkuk tertelan, lalu … mati.
Banyak cara “menjemput” maut. Kita tidak usah takut akan kematian, karena jatahnya tidak akan tertukar. Kalau belum waktunya meninggal, kita tidak akan meninggal. Pergi perang tidak menyebabkan umur kita pendek. Walau kita akan mendatangi ladang-ladang kematian, maka jangan risau tentang kematian. Tapi, risaulah jika bekal kita tidak cukup untuk mati.
Biasa-biasa sajalah menghadapi kematian. Mau tidur, kalau bisa wudhu dulu, tidak ada jaminan besok akan bangun lagi. Daripada ingat utang, ingat musuh, ingat lawan, ingat someone, lebih baik ingat Allah swt.. Tidur dalam keadaan dzikir, kalau pun wafat, insya Allah husnul khatimah. Mau masuk ke diskotik, mikir-mikir dulu, jangan-jangan pas lagi joged mati di diskotik.
Tidak sedikit kita mendengar orang mati di tempat zina. Pernah kita mendengar kakek-kakek berusia 70 tahun berzina dan mati di sana. Sungguh merupakan aib bagi dirinya dan keluarganya. Tidak sedikit kita juga dengar orang yang mati ketika sedang meraup harta haram.
Nabi Muhammad saw. menjelang wafatnya mempunyai uang tujuh dirham dan beliau segera sedekahkan. Kalau kita tidak bisa seperti Nabi, paling tidak ingatlah bahwa hidup itu cuma sekadar mampir. Demi Allah, cuma mampir! Siapa pun pasti mati. Di Afganistan dibom, yang dibom meninggal, pilotnya demi Allah pasti akan mati suatu saat nanti. Cuma masalah waktu saja.
Rasulullah saw. menganjurkan kita semua untuk beramal di dunia dan berdoa untuk akhirat. Kombinasi keduanya sangat tepat. Kita terus bekerja keras mencari dunia untuk bekal pulang. Makin banyak rumah kita dipakai membantu fakir miskin, anak yatim, orang jompo yang tidak punya sanak keluarga, dan lain-lain, insya Allah rumah itu akan berkah. Dan, tiap-tiap apa yang diwakafkan di dunia, maka di akhirat nanti kita akan mendapat balasan dari Allah. Kita perlu mencari dunia untuk bekal mendapat kemuliaan di akhirat.
Jika kita mempunyai rasa cinta kepada Allah, kematian itu mestinya sangat dirindukan. Para mujahidin merasa iri melihat rekan-rekan seperjuangan mereka yang wafat terlebih dahulu. Khalid bin Walid r.a. yang terus berperang merasa sedih karena tidak kunjung dipanggil syahid oleh-Nya. Jika kita merasa takut mati, bisa jadi akibat dosa yang kita punya itu sangat banyak. Bisa jadi dosa kita memang banyak, tapi yang paling memungkinkan kita belum menghayati indahnya momen ketika berjumpa dengan Allah kelak. Makin mantap ma’rifat kita tentang Allah, maka makin siap kita berjumpa dengan-Nya.
Kita berharap hidup ini penuh berkah dari Allah. Sebaliknya, kita selalu siap dengan maut yang akan menjemput. Kalau bisa, di rumah disediakan kain kafan, agar kita selalu ingat akan mati sehingga kita dapat mengisi hidup ini dengan kualitas ibadah yang tinggi. Makin banyak ingat mati, kita makin sadar bahwa dunia ini tidak ada apa-apanya. Kita bekerja keras, tapi itu semua hanya untuk bekal pulang. Jangan takut berpisah di dunia karena di akhirat nanti kita akan dipertemukan, insya Allah.
Kematian di dunia adalah perpisahan sementara, sedangkan kehidupan di akhirat adalah hakikat yang kekal. Oleh karena itu, kita sempurnakan amalan kita agar bisa mendapat keselamatan kapan pun ajal menjemput kita.
Wallahu a’lam.

(K.H. Abdullah Gymnastiar || Meraih Bening Hati dengan Manajemen Qolbu : 22 - 25)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar