RSS

MENYIKAPI KEMARAHAN

“Dan bersegeralah menuju ampunan Allah yang memiliki surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang dijanjikan untuk orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun di waktu sempit. Dan orang-orang yang suka menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang, Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali Imran : 133 - 134)
Sekuat apa pun iman seseorang, kalau ia termasuk seorang pemarah, maka bisa rusak akhlaknya. Jika ditimbang dari sudut kemarahan, ternyata orang itu bisa dikelompokkan dalam empat golongan.
Pertama, orang yang lambat marah, lambat reda, dan lama bermusuhannya. Jenis ini sungguh jelek. Bagaimana tidak, seseorang yang sedang marah dan durasi kemarahannya sangat lama, akan kesulitan saat ia harus mengambil keputusan yang tepat. Selain itu, akibat kemarahannya juga, orang lain akan menjauhi karena takut terjerumus dalam bara permusuhan.
Kedua, cepat marah dan lambat redanya. Jenis kedua ini sungguh lebih jelek dari yang pertama, sebab apa pun yang terjadi akan disikapi dengan kemarahan. Orang seperti ini bisa dengan tiba-tiba menjadi marah dan membutuhkan waktu lama untuk menurunkan kemarahannya itu.
Ketiga, cepat marah dan cepat redanya. Seseorang yang memiliki sifat ini kondisinya cenderung turun-naik. Ia bisa marah secara tiba-tiba dan sedetik kemudian kembali pada kondisi semula, seolah tidak pernah terjadi apa-apa
Konon orang-orang mukmin memiliki sifat demikian. Cepat marah ketika ada sesuatu yang tidak pantas terjadi, namun ia akan segera reda ketika paham akan latar belakang di balik semua itu. Cepat marah, namun cepat pula redanya.
Keempat, lambat marah dan cepat redanya. Orang yang memiliki sifat seperti ini sangat sulit tersinggung, walau di depan matanya terjadi sesuatu yang benar-benar salah. Ia akan mencari seribu satu alasan untuk memaklumi kesalahan orang, memaafkan lalu melupakannya. Namun sekali dia marah, ia akan cepat sekali memaafkan kesalahan orang lain.
Mudah-mudahan Allah memilihkan untuk kita sifat yang terbaik dalam pandangan-Nya. Amin.
Potensi kemarahan sebenarnya sudah dimiliki manusia sejak ia lahir. Sebelum bayi belajar bicara, emosi yang sudah berkembang di dalam dirinya adalah perasaan gembira, takut, malu, heran, dan marah. Marah merupakan reaksi dari perasaan kesal yang memuncak ketika dia temui hal-hal yang tidak selaras dengan keinginan dan pandangan-pandangannya. Orang bisa marah karena alasan konflik, penghinaan, cemoohan, ancaman, maupun tekanan rasa sakit.
Ungkapan rasa marah dan sebab-sebabnya bersifar pribadi. Semua itu bisa dipengaruhi oleh factor pengalaman hidup, jenis kelamin, pendidikan, keyakinan, dan kebudayaan. Dalam keadaan marah, biasanya suara seseorang akan meninggi. Saraf-sarafnya bereaksi cepat dengan mengeluarkan hormone adrenalin yang menyebabkan energi berlebihan dan dapat menimbulkan reaksi tiba-tiba. Bila marahnya reda, saraf-saraf lain ikut bekerja sehingga keadaan diri menjadi seimbang kembali.
Reaksi darurat ini dapat menyebabkan seseorang mampu mengerjakan sesuatu yang mustahil dilakukan bila orang yang bersangkutan dalam keadaan normal. Maka lewat berbagai media massa kita kerap mendengar atau melihat pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang ketika sedang kalap karena kemarahannya sangat tinggi.
Orang yang dapat menahan dan mengekang perasaan amarahnya dan tidak mau melampiaskannya, sekalipun hal itu bisa saja ia lakukan, sebenarnya ia termasuk orang yang kuat. Mengapa? Karena, orang yang kuat bukanlah seorang jago beladiri, angkat besi, atau semacamnya, tetapi orang yang mampu menahan dirinya ketika marah.
Nabi Muhammad itu seorang yang sabar, tenang, dan senyumannya tulus. Tidaklah dunia menjadikannya marah dan tidak pula beliau marah karena dunia. Berbeda ketika kebenaran dilanggar, maka tak ada sesuatu yang akan mampu menahan amarahnya sampai beliau memenangkan kebenaran itu.
Beliau tidak akan marah kalau hanya karena alasan dirinya dan tidak pula beliau akan membela diri secara membabi-buta. Rasulullah pantang melihat kebenaran dilecehkan walau dengan senda gurau. Bila beliau senang, dipejamkanlah matanya. Sebesar-besar tertawanya adalah tersenyum lebar hingga terlihat gusi-gusinya. Bila beliau tertawa kelihatan manis sekali bagaikan butiran salju (tampak giginya yang putih).
Rasulullah adalah manusia, karena itu beliau juga pernah marah. Akan tetapi, beliau marah dengan cara dan alasan yang sangat tepat dan pada saat yang tepat serta menghasilkan manfaat. Rasulullah pernah marah ketika Perang Hunain berakhir, yaitu saat pembagian ghanimah (harta rampasan perang) kepada orang-orang yang baru masuk Islam di Mekkah dan kaum Anshar. Sebagian kaum Anshar merasa kecewa karena menganggap Rasulullah telah berlaku tidak adil pada mereka dalam pembagian ghanimah tersebut. Saat Rasulullah mengetahui hal tersebut, Rasulullah berkata, “Jika Allah dan Rasul-Nya dianggap tidak adil, maka siapa lagi yang adil di dunia ini?”
Kalimatnya sungguh singkat tapi diplomatis dan maknanya mendalam. Dan, hal yang paling penting adalah kata-kata beliau tidak menyakiti siapa pun malah dapat membangkitkan kesadaran. Artinya, boleh saja kita marah, asalkan kemarahan kita dapat mengubah sesuatu menjadi lebih baik. Dan, yang lebih baik adalah kita mampu menekan rasa amarah walaupun kita mampu melampiaskannya, karena Allah telah berjanji akan memenuhi hati kita dengan rasa ketenangan dan keimanan. Dengan demikian, persediaan maaf kita buat orang lain akan lebih banyak.
Orang-orang yang suka member maaf atas kesalahan orang lain dan membiarkan mereka, tidak menghukum sekalipun mereka mampu melakukan itu, hal itu merupakan tingkat penguasaan diri yang jarang bisa dilakukan oleh setiap orang. Tapi tidak mustahil kita mampu melakukannya. Oleh karena itu, perbanyaklah istighfar dan berwudhu. Hindarilah tempat-tempat yang dapat memancing kemarahan. Jika orang lain terlanjur marah pada kita, jangan pernah kita meladeni kemarahan dengan kemarahan. Tidak ada salahnya kita mencontoh Nabi yang tidak pernah dipusingkan oleh urusan dunia dan tidak pula beliau membuat pusing atau marah dunia.
Pernah ada satu cerita tentang Nabi dan orang badui yang datang pada beliau meminta uang. Setalah Nabi memberinya uang, orang badui itu mengklaim Nabi seorang yang pelit karena jumlah uang yang diberikan padanya sedikit. Kontan saja para sahabat yang mendengar hal tersebut langsung marah. Namun, ternyata Nabi tidak demikian. Beliau menghadapinya dengan tersenyum dan tentu saja memberikan tambahan uang padanya dan mengatakan alasan marahnya para sahabat sekaligus memberikan nasihat padanya untuk selalu berbicara dengan kata-kata yang mengandung doa. Keesokan harinya, ternyata orang badui itu mengikuti nasihat Nabi dan ia mendoakan Nabi, keluarganya, dan para sahabat.
Demikianlah, jika kemarahan orang dihadapi dengan senyuman, niscaya hasilnya akan baik. Lebih baik tersenyum daripada marah-marah, karena marah akan lebih banyak menguras tenaga dan saraf-saraf kita akan tegang terus. Dengan begitu, kemungkinan besar akan menyebabkan kerutan pada muka dengan cepat. Jika orang lain telah membuat kita kesal, terimalah dengan sikap yang tenang. Kita tidak bisa memaksa orang lain untuk bersikap sesuai keinginan kita, tapi kita bisa memaksa diri sendiri untuk menyikapi orang lain dengan sikap yang terbaik yang kita miliki. Jika harapan kita terhadap orang lain itu sangat besar, akan besar juga peluang kita untuk sakit hati dan marah saat harapan itu tidak terwujud.
Mudah-mudah Allah tidak melimpahkan bencana pada kita karena kedzaliman yang pernah kita perbuat dengan kemarahan yang meluap-luap. Dan mudah-mudahan, Allah selalu menjaga lisan ini agar terhindar dari kebiasaan kita mengomel dan berkata-kata sesuatu yang tidak bermanfaat. Kita berharap, Allah akan selalu mengkaruniakan pada kita kesanggupan untuk menjaga amarah dan memaafkan orang-orang yang menyakiti kita. Jika kita mampu menjaga diri dari amarah yang membara, niscaya kita akan merasakan manisnya menahan amarah.
Wallahu a’lam.

(K.H. Abdullah Gymnastiar || Meraih Bening Hati dengan Manajemen Qolbu : 116 - 120)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar