Memegang tampuk
kepemimpinan tidak seindah apa yang tampak. Sebab segala kemudahan dan
fasilitas yang tersedia merupakan ujian kesabaran yang harus dilalui oleh
seorang pemimpin. Ia harus memiliki kesabaran saat berkuasa. Artinya ia harus
pandai-pandai menahan diri agar terhindar dari keserakahan ketika berkuasa. Ia harus
menyiapkan system yang tepat untuk menjalankan kepemimpinan agar berjalan
secara baik dan benar. Sehingga, jika saatnya tiba untuk lengser, ia tidak akan merasa berat untuk meninggalkan kursi
kekuasaannya.
Seorang pemimpin yang
amanah akan sangat dicintai oleh rakyatnya karena ia mampu memberikan manfaat
dalam membangun dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Selain itu dia telah
menyiapkan proses regenerasi dengan baik. Seorang pemimpin, baik pemimpin negara,
sekolah, bahkan pemimpin keluarga sekalipun, harus mempunyai keberanian untuk
meminta nasihat dari orang lain dan siap menerima koreksi. Ia juga harus sabar
untuk tidak ingin berkuasa terus-menerus. Sebaliknya, ia memberikan kesempatan
pada yang lainnya untuk dapat berkarya dan mengembangkan kemampuan.
Fenomena saat ini
memberikan indikasi bahwa banyak pemimpin yang merasa keberatan jika kursinya
diambil-alih orang lain, sebab kursi tersebut telah dijadikan sebagai sandaran
hidup oleh mereka. Jika kursi itu diambil, maka ia akan kelabakan layaknya seseorang yang kebakaran jenggot sambil mencari
sandaran lain. Oleh karena itu, penting bagi kita saat ini untuk menyiapkan
calon-calon pemimpin masa depan dengan menanamkan rasa cinta pada kemuliaan,
bukan pada kedudukan.
Banyak sekali orang
yang ambisius membabi-buta ingin mendapatkan kekuasaan. Seseorang yang
akhlaknya buruk merasa dirinya siap menjadi pemimpin. Tapi sebaliknya,
seseorang yang berakhlak mulia dan dikenal pandai memimpin, malah menolak
kekuasaan yang disodorkan padanya dengan alas an takut tidak bisa berbuat
amanah.
Menjadi pemimpin
bukanlah suatu dosa. Suatu saat, seseorang harus maju menjadi pemimpin,
terutama ketika tidak ada lagi orang lain yang pantas memimpin. Menjadi pemimpin
adalah karunia Allah yang harus disyukuri. Alasan menerima tampuk kepemimpinan
adalah bukan karena cinta kekuasaan, tapi menolak kezaliman dan orang-orang
zalim yang dapat menyengsarakan rakyatnya.
Ujian paling berat bagi
seorang pemimpin adalah dalam menggunakan kekuasaannya. Dan, senjata yang
paling tepat adalah dengan menggunakan hatinya. Semakin sering ia menyebut
dirinya sebagai pemimpin, maka jelas-jelas ia telah menurunkan kualitas
pribadinya. Jika pemimpin itu menggunakan hatinya, maka ia akan meningkatkan
kearifan dan kedewasaannya sehingga kemudian ia akan dicintai rakyatnya. Seperti
itulah tipe pemimpin yang dirindukan umat manusia.
Kita berharap suatu
saat nanti lahir seorang pemimpin yang begitu dicintai, sehingga masyarakat
dapat bekerja dengan keikhlasan dan tidak merasa dipaksa. Rasa cinta mereka
adalah rasa cinta rasional yang tidak akan memperdaya mereka dan pemimpinnya. Perlu
adanya keseimbangan dalam mencintai seorang pemimpin.
Cinta terhadap seorang pemimpin
tidak berarti harus selalu mengamini segala hal yang dilakukan olehnya. Mencintai
seorang pemimpin harus disertai oleh kemampuan untuk membantu dan
mengoreksinya.
Dan sebaliknya,
pemimpin yang dicintai harus bijak dalam memimpin rakyatnya. Ia tidak
membodoh-bodohi orang lain untuk taat padanya. Kuncinya adalah ia harus
mempunyai kemampuan untuk menjelajahi hati orang-orang yang dipimpinnya. Kemampuan
berempati seperti itu memang tidak mudah, tetapi ia harus melatih diri agar
hatinya peka terhadap segala kondisi.
Kepemimpinan itu adalah
suatu keterampilan. Keterampilan itu membutuhkan bakat yang perlu dilatih sejak
dini. Orang yang mahir berbicara belum tentu bisa jadi pemimpin, jika bakat
tersebut tidak diringi dengan ilmu. Bakat bicara tanpa ilmu, maka bicaranya
akan ngawur, ngalor-ngidul, tanpa
arah dan tujuan.
Saat ini, bangsa
Indonesia sedang mengalami krisis kepemimpinan. Stock pemimpin yang memiliki tingkat kematangan pribadi bernutu
tinggi, tingkat kearifan, kecerdasan, kesabaran, dan tingkat kebersahajaan yang
mumpuni sangat kurang.
Pemimpin masa depan
harus dipersiapkan dari awal. Jangan ujug-ujug,
tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba muncul seseorang menjadi pemimpin
padahal sebelumnya ia dikenal buruk akhlaknya. Bisa jadi ia hanya mengandalkan
keberanian saja untuk mendapat kursi empuk sehingga ia petantang-petenteng menampilkan gaya terbaiknya untuk menjadi
seorang pemimpin, padahal tukang mebel yang kursi empuknya lebih bagus dari
itu, tidak banyak gaya!
Pemimpin yang baik itu
dinilai dari kematangan pribadi dan karyanya. Ia harus memiliki visi ke depan
dan strategi mengatur apa yang dia pimpin. Ia juga harus mempunyai kemampuan
untuk mensinergikan potensi masyarakat dan memotivasi mereka untuk berbuat
terbaik untuk diri, keluarga, bangsa, dan negara.
Semuanya membutuhkan
latihan yang prosesnya cukup panjang. Tidak seperti tukang sulap yang hanya
menyerukan kata-kata simsalabim, lalu
muncul seekor kerbau dari sebuah topi.
Babak-belurnya suatu system
tergantung pada kualitas pemimpin. Maka percayalah, akan datang suatu masa
nanti, di mana masyarakat Indonesia tidak mau memilih para pemimpin yang buruk
akhlaknya. Pemimpin yang diidam-idamkan adalah pemimpin yang jujur, bersih,
dapat dipercaya, dan tidak mengobral janji. Ia adalah orang yang cakap,
kerjanya profesional, kreatif, inovatif, dan mampu mengelola sumber daya bangsa
ini yang begitu dahsyat alamnya. Akhlaknya pun mulia, terampil, dan bersahaja,
serta tidak banyak gaya.
Sebuah prestasi
kepemimpinan tidak dinilai dari seberapa banyak penghargaan yang telah ia
terima. Tapi sebuah prestasi dinilai dari usahanya untuk menyejahterakan rakyat
dan membimbing mereka ke jalan kebaikan bukan kemungkaran. Dalam hal ini
dibutuhkan kesabaran dari para pemimpin. Bukankah Allah selalu beserta
orang-orang yang sabar?
Anak, keluarga, dan
kedudukan bisa menjadi fitnah jika kita tidak mampu menyukurinya dengan benar. Kita
bisa terhindar dari kezaliman dan kehinaan akibat kekuasaan yang
sewenang-wenang dengan selalu menumbuhkan kesabaran dalam diri kita. Kita harus
mencintai pemimpin yang mencintai Allah dan rasul-Nya. Mudah-mudahan Allah
mengaruniakan kepada kita kesabaran di kala kita diberi amanah, kelapangan, dan
kekuasaan.
Wallahu
a’lam.
(K.H.
Abdullah Gymnastiar : Meraih Bening Hati dengan Manajemen Qolbu : 132 - 135)