Terbebas dari penyakit
dengki, pentingkah? D-E-N-G-K-I, penyakit enam huruf ini menyerang tubuh bagian
dalam, tepatnya adalah hati. Penyakit ini mampu mengancurkan hidup seseorang.
Bahkan, bangsa dan negara tak bisa berkutik jika para pemimpin digerogoti
penyakit ini. Ia akan menyerang siapa pun tanpa pandang bulu.
Kedengkian ini biasanya
timbul dalam kelompok-kelompok. Seorang pelajar dengki pada teman yang lebih
mujur darinya. Seorang artis dengki terhadap teman seprofesi, sebab ia kalah
terkenal. Dan, ibu rumah tangga seperti biasanya merasa dengki pada tetangga
yang lebih kaya darinya.
Kedengkian adalah
perasaan seseorang yang mengharapkan lenyapnya nikmat dari orang yang didengki.
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa
yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang
lain.” (an-Nisaa’ : 32)
Kedengkian seseorang akan memakan kebaikan yang telah ia kerjakan sebagaimana
api membakar kayu sampai menjadi abu.
Dengki terhadap
seseorang jika hanya selintas dan masih dalam batas-batas kewajaran, itu
manusiawi. Jiwa manusia terdiri dari unsur positif dan negative. Unsur negatif
jika dipelihara dan dimanjakan akan sangat potensial menimbulkan masalah serius.
Lain halnya jika unsur positif yang lebih diutamakan, maka beragam penyakit
hati tak akan mampu mengoyaknya.
Saat kita dengki
terhadap seseorang, biasanya kita enggan melihat wajahnya, mendengar suaranya,
menyebut namanya, berdekatan dengannya, bahkan kita akan memilih untuk segera
menghancurkannya. Ekspresi muka seorang pendengki lebih banyak masam daripada
manisnya. Tutur kata pendengki lebih banyak menghina, mencela, dan menjatuhkan.
Ia tidak tahan melihat orang lain mendapat pujian. Ia akan berusaha mati-matian
untuk mengaburkan pujian-pujian itu dengan sangkalan-sangkalan yang secara
“kreatif” ia buat.
Ketika ada seorang ibu
yang membeli satu kilo daging dan si pendengki hanya membeli tempe, maka ia
akan mengeluarkan jurusnya untuk menjatuhkan saingan. Ia akan meyakinkan bahwa
membeli daging itu berbahaya sebab daging banyak mengandung kolesterol.
Sebaliknya, dia memuji-muji tempe sebagai makanan yang sehat dan kaya protein.
Pendengki akan terus mengeluarkan alasannya sampai ia puas untuk menutupi
ketidakmampuannya membeli barang yang harganya selangit. Ia akan selalu memberi
komentar-komentar pedas terhadap perilaku orang lain. Mulutnya tak akan
berhenti berbicara sebelum berhasil mencemarkan nama baik orang lain. Na’udzubillah.
Sebetulnya, penyakit
dengki ini mudah dideteksi. Cirinya sederhana, yaitu adanya perasaan senang
dalam diri kita melihat penderitaan orang lain dan perasaan sedih saat orang
lain lebih sukses. Selain dapat dideteksi, dengki dapat juga diukur. Caranya
adalah dengan merenungkan seberapa banyak kebahagiaan yang kita dapat saat
melihat orang lain susah dan berapa banyak pula penderitaan kita rasakan saat
melihat orang lain senang.
Otak pendengki akan
terus berputar memikirkan cara-cara yang tepat untuk memperburuk citra orang
lain. Ia berusaha memutarbalikkan fakta. Ia terus menggali keburukan-keburukan
di balik kesuksesan orang lain. Ia merasa tersiksa saat melihat orang lain
sukses. Ia tidak rela orang lain mendapat limpahan nikmat, sedang ia tidak.
Sebaliknya, ia akan tertawa terbahak-bahak saat tahu bahwa orang lain mengalami
penderitaan seperti yang dialaminya. Bahkan, ia akan bertepuk tangan jika
seseorang lebih terpuruk darinya.
Akhlak pendengki itu
buruk sekali. Ia tidak akan produktif, sebab sepanjang waktu disibukkan oleh
pikiran-pikiran untuk menjatuhkan orang lain. Waktunya habis digunakan untuk
menyikut teman-temannya. Jika hati sudah sebusuk itu, pikirannya akan kacau dan
perilakunya nista.
Dengki bisa timbul
karena ujub (bangga diri), merasa
dirinya paling hebat dan tidak mau ada saingan. Ia ingin semua orang hanya
menghormatinya. Saat ada orang baru yang lebih pintar dan muda darinya, ia akan
merasa terancam dan tidak dapat menerima kehadirannya. Permusuhan, kebencian,
kesombongan, kekikiran, dan cinta yang berlebihan pada posisi empuk akan
menggiring seseorang pada kedengkian yang mendalam. Hatinya menjadi busuk
sekali karena digerogoti penyakit ini.
Pendengki yang sudah
sampai pada tahap kritis adalah pendengki yang takabur. Ia selalu merendahkan
orang lain. Orang takabur tak akan rela jika ada orang tidak menuruti perintahnya,
apalagi jika orang itu adalah bawahannya sendiri. Kepalanya akan semakin
membesar dan panas, sedang hatinya menjadi keras dan menghitam.
Pendengki yang takabur
ingin selalu terlihat paling hebat. Keinginan untuk selalu berada di posisi
nomor satu dalam berprestasi, itu wajar saja. Akan tetapi, menjadi tidak wajar
jika seseorang berambisi harus menjadi nomor satu dalam segala hal. Apalagi itu
dilakukan dengan menghalalkan segala cara. Orang ambisius seperti itu potensial
sekali menjadi pendengki.
Dan ada pendengki
sejati, yaitu si busuk hati. Pekerjaannya adalah dengki pada siapa saja dalam
segala kondisi. Semua masalah yang ada di dunia ini akan disikapi dengann
kedengkian yang mendalam walaupun itu tidak ada hubungan dengannya. Ia akan
menggerutu terus saat melihat kondisi jalan berlobang-lobang di tengah kota.
Tak ketinggalan, seribu sumpah serapah ia tumpahkan saat mengutuk pejabat
setempat. Saat diberi makanan, ia akan mencelanya dengan alasan kurang asin
atau kurang manis.
Kalau dalam dunia
teknologi, orang seperti itu sedang mengalami error berat layaknya sebuah komputer, saat mengalami error, pemilik akan segera memasukkannya
ke bengkel komputer untuk diperbaiki. Demikian juga, sudah saatnya bagi
pendengki yang satu ini masuk “bengkel hati” untuk diterapi agar terbebas dari
penyakit error hati yang sangat
membahayakan dan menghalangi seseorang masuk surga itu.
Kedengkian
mengakibatkan kerugian besar bagi seseorang. Hari-harinya akan diliputi
kegelisahan. Tidur tak nyenyak dan makan pun tak enak, sebab otaknya dipenuhi
pikiran-pikiran negatif. Penyakitnya tak akan hilang kecuali jika ia berusaha
mencari obat untuk kesembuhan hatinya. Rahasia dari kesembuhan itu sebenarnya
hanya dua, yaitu ilmu dan riyadhah
‘latihan’.
Ilmu yang dimaksud
adalah ilmu tentan keyakinan. Keyakinan yang kuat harus kita miliki untuk
menghindari penyakit dengki. Kita harus yakin bahwa hanya Allah yang mampu
mengatur pemberian rezeki pada hamba-Nya. Allah membagikan apa pun sesuai keinginan-Nya, sebab Dialah yang
telah menciptakan seluruh alam dan isinya. Kedengkian kita kepada seseorang tak
akan mengubah ketentuan Allah pada hamba-hamba-Nya.
Terapi lainnya adalah
latihan untuk mengatasi kedengkian. Kita belajar untuk mengakui bahwa orang
lain sukses dan lebih baik dari kita. Sering-seringlah hati kita dilatih untuk
meringankan kedengkian dengan memberi pujian pada orang lain didasari oleh niat
ikhlas. Setelah itu, tempatkanlah diri kita untuk menjadi bagian dari
kesuksesan orang lain dan iringilah hal itu dengan doa. Balaslah perbuatan
orang lain dengan sikap kita yang lebih baik. Dengan demikian, hati kita akan
terbebas dari segala kedengkian.
Pentingnya artinya kita
terbebas dari penyakit ini agar amalan kita di dunia menjadi ama saleh yang
bisa dijadikan bekal pulang ke akhirat kelak. Ingatlah, kita hanya sekadar
mampir sebentar di dunia ini. Oleh karena itu, janganlah kita terpesona dengan
kenikmatan dunia yang hanya sesaat. Hidup kita hanya sekali, maka hiduplah
secara berarti!
Wallahu
a’lam.
(K.H.
Abdullah Gymnastiar || Meraih Bening Hati dengan Manajemen Qolbu : 108 - 112)
0 komentar:
Posting Komentar