“Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungjawabannya.” (al – Israa’ : 36)
Salah satu upaya agar
hati kita “hidup” adalah dengan menjaga pandangan. Menjaga pandangan besar
pengaruhnya. Ketika seseorang tidak sungguh-sungguh menjaga pandangan, dia akan
merasakan pengaruh buruk ke ruhani-nya.
Shalat tidak bisa khusyu, munajat tidak nikmat, hati gersang, sering resah-gelisah.
Nabi Muhammad saw. adalah
pribadi yang sangat menjaga pandangannya dari setiap sesuatu yang Allah
haramkan melihatnya. Beliau menghormati kaum muslimah dengan menjaga pandangan
dari melihat mereka secara tidak halal. Betapa pun, kecantikan dan keindahan
ada yang lebih berhak untuk menikmatinya, yaitu melalui jalan pernikahan. Rasulullah
tidak terbelenggu dengan kecintaan berlebihan pada keindahan dunia. Beliau menempatkan
Allah Al-A’laa sebagai cinta tertinggi dan di sanalah ada samudra kenikmatan ruhiyah yang tak bertepi.
Dalam Al-Quran, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang
beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya;
yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang mereka perbuat.’” (an-Nuur
: 30)
Laki-laki yang tidak
bisa menahan pandangan, dia akan dibelenggu oleh gelora syahwat sebagai buah
dari pandangannya yang tidak halal. Kita dengar sekarang, ada sebagian anak
kecil yang sudah berani memperkosa teman-teman wanitanya. Kita berlindung pada
Allah dari kekejian seperti ini bagi kita dan anak keturunan kita. Amin.
Mengapa bisa terjadi
hal seperti ini? Ini muncul karena pandangan tidak terjaga. Anak kecil saja,
ketika membiarkan matanya liar, dia bisa berbuat tidak senonoh. Terlebih jika
kita bicara tentang kelakuan orang-orang dewasa. Mereka bisa berbuat lebih
buruk.
Menjaga pandangan,
terutama bagi kaum laki-laki, memang sangat tidak mudah. Kita lihat saat ini
tidak sedikit tayangan-tayangan atau sajian-sajian media massa yang mudah
menggelorakan syahwat. Akibatnya, tidak sedikit laki-laki yang kemudian tegrak
nafsunya. Masih mending kalau ia
sudah mempunyai istri dan istrinya bisa memahami. Kalau tidak, boleh jadi dia
akan mencari sumber yang tidak halal. Otomatis saat itu dia terjerumus ke dalam
lembah perzinaan. Na’udzubillah!
Korban dari kejahatan
iman seperti ini sudah begitu banyak. Zina itu awalnya dari mata, kemudian
timbul keinginan, lalu tidak bisa menahan diri, akhirnya terjadilah apa yang
terjadi. Seorang gadis menangis dan seorang pemuda muram durja wajahnya. Mereka tertunduk pahit menyesali diri, sudah
melakukan perbuatan keji yang dibenci oleh Penguasa Jagad Raya yang selama ini
penuh kasih member mereka rezeki. Namun apa daya, gerak waktu tidak bisa
diputar ke belakang.
Dalam perkara menahan
pandangan ini, Umar ibnul Khaththab r.a. pernah berkata, “Lebih baik aku berjalan di belakang seekor singa daripada berjalan di
belakang wanita.” Wanita bukanlah makhluk yang harus dijauhi, sebab
bagaimana mungkin kaum laki-laki hidup tanpa lawan jenisnya. Namun atas mereka,
perlu sikap hati-hati.
Nabi Yusuf a.s. ketika
melihat Zulaikha yang rupawan, beliau gadhal
basher ‘menjaga pandangan’. Dari pandangan itu, beliau tidak terlalu
terpengaruh. Tapi ketika sebaliknya, Zulaikha melihat Nabi Yusuf a.s., muncul
keinginan syahwatnya yang meledak-ledak.
Menjaga pandangan harus
dilakukan dari melihat lawan jenis secara tidak halal. Ini adalah prinsip
dasar. Namun lebih dari itu, menjaga pandangan juga perlu dilakukan dari
melihat kemilau keindahan barang-barang duniawi.
Terlalu banyak terpana
pada barang-barang yang bersifat keduniaan, memang sangat mungkin membuat hati
berkecamuk. Apalagi melihat sisi kelebihan milik orang lain : rumah lebih
mewah, mobil lebih keren, atau uang yang lebih banyak. Hati bisa habis karena memikirkan hal-hal yang
tidak dimiliki daripada menikmati apa-apa yang sudah dimiliki.
Sesuatu makin terlihat,
makin bagus, akan makin muncul rasa ingin
dalam hati. Keinginan itulah yang akhirnya bisa memperbudak. Tidak terlarang
kita punya keinginan, tapi kalau disiksa oleh keinginan, betapa malangnya.
Makin sering
jalan-jalan ke mall. Melihat barang-barangnya
juga bikin diperbudak. Tidak usah heran,
jika jebolnya ekonomi dalam rumah tangga bukan semata-mata karena kebutuhan,
tapi karena diperbudak oleh keinginan. Padahal, umumnya yang kita lihat itu
sebetulnya barang-barang sekunder bahkan tersier. Tanpa ada barang itu pun kita
tidak akan rugi. Tanpa pakaian yang bagus pun kita tidak akan mati. Hati kita
disiksa oleh sesuatu yang sebetulnya tidak kita perlukan. Akhirnya hilang
kekhusyuan ibadah, hati kian mengeras, resah, gelisah. Apa sebabnya? Mata.
Oleh karena itu, jika
melihat perkara duniawi janganlah sekali-kali melihat ke atas. Kita akan letih.
Padahal rezeki yang telah menjadi hak kita itu tidak akan ke mana-mana. Meski mati-matian
kita menginginkan sesuatu, kalau Allah tidak member maka tidak akan pernah kita
dapatkan.
Untuk menjaga pandangan
dari hal-hal negatif, pertama kita harus sadar risiko. Maka kita akan terus
terbuai membiarkan mata kita memandang hal-hal yang tidak semestinya. Dari sanalah
nikmat iman akan terasa mulai berkurang.
Nah, kalau kita sudah
sadar nikmatnya iman itu hilang gara-gara mata, kita harus disiplin untuk menahan
segala macam pandangan yang membawa maksiat. Kedua, cobalah perbanyak baca Qur’an
atau menafakuri alam ciptaan Allah. Misalnya, menikmati pemandangan di taman
atau pegunungan sambil menanamkan kesadaran tentang berapa besarnya kuasa
Allah.
Buya Hamka pernah
mengatakan, “Tidakkah kamu lihat langit biru dengan awan berarak seputih kapas
disulam oleh burung-burung amatlah indah. Atau engkau saksikan lereng bukit
teramat indah, atau taman bunga yang aneka warna merekah dengan harum semerbak
teramat indah. Atau kamu dengar suara jangkrik bersautan teramat indah. Mengapa
hati yang satu-satunya ini harus kita isi dengan kebusukan?”
Mudah-mudahan, lambat
laun akan terjadi kesadaran di seluruh lapisan masyarakat untuk menjaga diri,
tidak sampai gagal menjaga pandangan atau jangan sampai membuat orang lain
tergelincir pandangannya.
Menjaga pandangan
adalah sumber ketenangan batin. Pemuas batin kita adalah Allah dan Dia akan
menilai sejauhmana ketaatan kita sehingga layak dianugerahi hati dan jiwa yang
tenteram.
Wallahu
a’lam.
(K.H.
Abdullah Gymnastiar || Meraih Bening Hati dengan Manajemen Qolbu : 43 - 46)
0 komentar:
Posting Komentar