Mengubah perilaku
ternyata tidak cukup hanya dengan contoh, akan tetapi kita juga harus mau
mendidik, melatih, dan membina secara sistematis, berkesinambungan, dan
terus-menerus. Seorang pemimpin haruslah memiliki kesabaran dalam mendidik,
membimbing, melatih, dan membina yang dipimpinnya dengan penuh kasih sayang.
Bahkan, dia harus memiliki kesabaran pangkat tiga. Sabar, sabar, dan sabar.
Sungguh, proses itu adalah bagian dari perubahan, pepatah mengatakan “ala bisa
karena biasa”. Karenanya, daripada memberli barang-barang di rumah yang
mahal-mahal dan tidak terlalu diperlukan, lebih baik uangnya digunakan untuk
mendidik anak, melatih anak kita supaya mampu hidup lebih baik.
Sebuah ilustrasi, suatu
waktu ada sebuah keluarga sederhana yang sungguh sangat mengesankan. Di
rumahnya tidak banyak barang berharga, tidak ada barang mewah, tapi semua
anak-anaknya ternyata bisa menyelesaikan kuliah S-1, S-2, bahkan S-3 dengan
baik. Akhlaknya juga bagus.
Ketika ditanya, “Saya
lihat penghasilan Bapak lebih dari cukup, tapi mengapa keluarga Bapak tampak
begitu sederhana?” Si bapak ini menjawab terus terang, “Penghasilan yang saya
dapat selama ini saya kumpulkan supaya anak-anak saya bisa belajar
terus-menerus, bisa berlatih terus-menerus, dan bisa terdidik terus-menerus.
Prioritas keluarga kami bukan membeli barang-barang yang bagus. Yang terpenting
adalah bagaimana agar anak-anak kami mempunyai kesempatan untuk terus melatih
diri.”
Subhanallah,
demikian indahnya kebersamaan sebuah keluarga yang memiliki komitmen yang luar
biasa akan penambahan ilmu pengetahuan. Sambil mendidik dan melatih maka
semestinya kita buat pula aturan atau sistem. Buatlah aturan di rumah kita, di
kantor kita, di organisasi kita, atau di mana pun agar orang lain bisa terbantu
untuk berubah sesuai yang diinginkan.
Suatu sistem akan
segera hancur berantakan jika tidak memiliki aturan main. Jalan raya yang tanpa
aturan, akan kacau balau, macet di mana-mana. Setiap orang berebutan, saling
mendahului, dan berhenti di mana saja. Tanpa aturan, semua berantakan.
Karenanya, semua harus ada aturannya.
Begitu juga rumah
tangga yang tidak memiliki aturan main yang benar, yakin sekali rumah tangga
yang semacam ini akan segera hancur. Anak
tidak terdidik agama secara serius, ibadah dibiarkan semaunya, dan tidak
diberi contoh yang benar oleh orang tuanya. Saat-saat bersama di rumah tidak
ada aturannya. Tidak mempunyai aturan yang riil bagaimana mendidik anak menjadi
lebih baik. Karenanya, rumah tangga yang tidak mempunyai komitmen untuk sebuah
aturan bahkan lagi tidak tahu aturan, akan cenderung saling menyakiti, saling
melukai, dan saling menghancurkan.
Tegakkanlah aturan yang
adil, yang dibuat atas kesepakatan bersama. Lingkungan kerja kita harus
merupakan sistem yang kondusif yang dapat membantu orang berubah menjadi lebih
baik. Haruslah terjadwal pukul berapa membaca Al-Quran, pukul berapa bersama
memecahkan masalah, pukul berapa bertukar pikiran, pukul berapa harus
bersilaturahmi, pukul berapa harus bercengkerama, dan sebagainya. Kita harus
membuat aturan yang jelas. Yakinlah bahwa rumah tangga yang tidak punya aturan,
tidak punya sistem yang bagus, lambat laun akan berantakan dan menderita.
Semua perubahan ini
akan berarti lagi jika didukung oleh kekuatan ruhiyah, yaitu doa. Dan ternyata,
orang bisa berubah dengan kekuatann doa. Ingatlah bahwa doa adalah pengubah
takdir. Banyak hal yang tidak bisa dilakukan dengan kekuatan fisik, tapi
yakinlah bahwa Allah swt. Maha Menguasai, Maha membolak-balik hati setiap
hamba-Nya.
Karenanya, luar biasa
sekali kekuatan doa ini. Betapa tidak? Rumah tangga yang tidak tegak ibadahnya,
rumah tangga yang jauh dari agama, rumah tangga yang tidak menambah ilmu dengan
baik, akan segera dipusingkan oleh bergelombangnya masalah yang datang.
Sama saja dengan perusahaan
yang karyawannya jarang shalat, aturan tidak ditaati, pimpinan tidak memberi
contoh yang baik, bersiap-siaplah untuk segera bangkrut. Kondisi negara kita
saat ini pun demikian, kehilangan contoh suri teladan, pendidikan SDM-nya tidak
jelas mau dibawa ke mana, sistemnya juga berantakan, dan sebagian lagi,
ibadahnya juga semrawut. Jangan heran jika yang kita dapati adalah derita demi
derita, kehinaan demi kehinaan. Na’udzubillah.
Karena itu, kekuatan
ibadah, kekuatan doa, kekuatan munajat harus menjadi tulang punggung, menjadi
senjata untuk mengubah anak-anak juga teman-teman kita menuju arah kebaikan.
Tegakkanlah di rumah tangga kita aturan dengan baik, panjatkan pula doa secara
terus-menerus, melimpah dari lisan kita. Bantu agar orang lain menjadi lebih
baik. Buat aturan yang benar, kondusif, dan pastikan diri kita menjadi contoh.
Mudah-mudahan hidup yang cuma sekali-kalinya ini bisa bermanfaat dengan
mengubah orang lain menuju kebaikan.
Rasulullah saw. itu
meskipun sedikit bicaranya, tapi jadi menumental sampai sekarang dalam bentuk
hadits. Hal ini terjadi karena pribadinya sungguh luar biasa. Bermiliar kata
terungkap dari pribadinya. Ketulusan beliau dalam mengajak orang lain berbuat
lebih baik, membuat pribadi dan kata-katanya tersimpan di hati orang lain.
Ingat baik-baik, hati hanya bisa disentuh oleh hati juga, emosional dalam
member contoh, emosional dalam mendidik, emosional dalam membuat aturan,
emosional dalam bersikap, tidak akan masuk ke hati orang lain, bahkan justru
akan membuat hati mereka terluka.
Seharusnya, pribadi
kita ini terus-menerus melimpahkan pancaran bagai mata air, menggelegak kasih
sayang kita kepada orang lain. Setiap melihat orang yang berlumuran dosa, ada
keinginan di hati kita agar orang tersebut bisa bertobat. Melihat orang yang
tersesat di jalan Allah, ada keinginan hati ini agar orang tersebut dapat
tuntunan supaya selamat dunia dan akhiratnya. Melihat orang yang nakal, ingin
hati ini agar dia menjadi saleh. Jangan pernah hidup dalam kebencian dan
kedendaman.
Kebencian dan kedendaman
dalam membuat contoh, aturan, nasihat, dan pelatihan yang dilakukan, tidak akan
berarti apa pun. Sistem pelatihan yang penuh kemarahan semacam ospek, tidak
akan berhasil dengan baik kalau para mentornya, para panitianya melakukan
segala bentuk kegiatannya dengan penuh kemarahan, angkara murka, tidak jadi
suri teladan yang baik. Apa yang diharapkan oleh mahasiswa baru dari para kakak
kelasnya kalau mereka berperilaku semacam itu? Tidak ada perubahan kecuali
dengan hati yang tulus, suri teladan yang nyata.
Mudah-mudahan kita
semua dapat mengevaluasi diri masing-masing. Hidup cuma sekali, kenangan
terindah bagi anak-anak kita adalah kepribadian ayah ibunya yang benar-benar
mulia. Kenangan terindah bagi masyarakat di sekitar kita adalah kearifan diri kita.
Jangan sampai orang sibuk membicarakan contoh keburukan pribadi kita. Na’udzubillah!.
Wallahu
a’lam.
(K.H.
Abdullah Gymnastiar || Meraih Bening Hati dengan Manajemen Qolbu : 103 - 107)
0 komentar:
Posting Komentar