Betapa memang hidup di
dunia ini hanya sekadar mampir. Tapi
saying, banyak orang yang tidak menyadari bahwa kematian itu bisa dating setiap
saat. Kematian bisa datang kapan pun tanpa pernah kita menyadarinya. Dia bisa
datang saat yang jauh nanti, tapi bisa juga di saat yang dekat. Oleh karena
itu, betapa pentingnya kita selalu sadar bahwa detik-detik kita bisa tiba
menjadi momen kematian. Mudah-mudahan kita diberikan kemudahan untuk bisa
menyikapi detik yang berlalu dengan niat yang benar dan perbuatan yang utama.
Allah swt. berfirman
dalam surah al-A’raaf ayat 34, “Dan
setiap umat mempunyai batas waktu (ajal), maka apabila telah datang ajal
mereka, maka mereka tidak akan dapat mengundurkannya sesaat pun dan mereka
tidak dapat pula memajukannya”. Demikian pula Rasulullah saw. telah
bersabda, “Perbanyaklah kalian mengingat mati, sebab seorang hamba yang banyak
mengingat mati, maka Allah akan menghidupkan hatinya dan Allah akan meringankan
baginya rasa sakit saat kematian.”
Ada perumpamaan yang baik.
Ikan di laut, walaupun airnya asin, tapi tubuh ikan itu tetap tidak menjadi
asin, karena ikan itu hidup. Tapi, kalau ikannya sudah mati dan sekujur
tubuhnya dilumuri garam, maka daging ikan itu akan menjadi asin. Walaupun
maksiat di sana sini, cobaan terus mendera, musibah begitu gencar, tapi kalau
hatinya hidup maka dia tidak akan larut dalam maksiat. Tapi kalau hatinya mati,
sedikit saja ada godaan, dia sudah terkontaminasi oleh godaan-godaan tersebut.
Rasulullah mengatakan
bahwa dzikrul maut (ingat mati) itu
adalah salah satu upaya untuk menghidupkan hati kita. Dengan kata lain,
orang-orang yang sangat jarang ingat kematian, berpeluang hatinya mengeras,
beku! Lalu mati akibat akrab dengan kemaksiatan. Saying, kita terkadangalergi
ketika dengar kata kematian. Mengapa?
Karena kita terlalu senang dengan perhiasan dunia ini. Lalu kita ketakutan
ketika semua perhiasan itu berkurang, rusak atau lenyap dari sisi kita. Padahal
kalau mau jujur, dunia ini tidak seberapa. Kita hanya mampir dan mau tidak mau
kita pasti mati. Kematian adalah episode yang pasti akan menimpa.
Saya baca dalam
majalah, bagaimana suasana para mujahidin berperang di Chechnya dan Afganistan.
Ketika begitu gencarnya peluru berseliweran seperti nyamuk, mereka sambil
bersembunyi ngobrol biasa saja,
seolah-olah cuek dengan situasi
bising di luar. Mengapa mereka tidak gentar? Mereka sedemikian berani sebab
yakin bahwa setiap peluru itu ada alamatnya. “Peluru” kematian jika sudah datang
waktunya, tidak ada yang bisa mengelak.
Banyak di antara kita
melihat teman meninggal, sanak saudara wafat, namun hal itu tidak menggugah
hati kita. Seharusnya kematian itu bisa menjadi pengingat. Maka ketika
Rasulullah saw. ditanya tentang siapa yang paling cerdas? Menurut beliau orang
yang paling cerdas itu adalah orang yang paling banyak ingat mati dan yang
paling mempersiapkan diri untuk itu. Padahal biasanya istilah cerdas itu lebih
dihubungkan denga IQ, gelar, studi, dan lain-lain. Jelas sekali, kita tidak
tahu kapan kita akan mati. Orang yang cerdas selalu mempersiapkan diri untuk
mati. Niat selalu dijaga agar lurus, ikhtiar selalu dipelihara di atas jalan
yang baik. Akibatnya, kapan pun mati nggak
ada masalah, yang penting semuanya berakhir dalam husnul khatimah.
Maka, kalau kita mau
berangkat ke mana pun harus dengan niat yang benar. Belum tentu kita kembali,
nggak ada jaminan bahwa kita akan kembali lagi. Kalau sudah waktunya maut bisa
terjadi di mana saja. Mau naik pesawat, kita harus siap bahwa pesawat sekarang
banyak yang mendarat tidak pada tempatnya. Di kamar mandi kaki terpeleset geledug, meninggal bisa saja! Lagi nonton
badminton, ketika ketawa … jantung berhenti dan mendadak meninggal. Lagi makan
bakso kaget, mangkuk tertelan, lalu … mati.
Banyak cara “menjemput”
maut. Kita tidak usah takut akan kematian, karena jatahnya tidak akan tertukar.
Kalau belum waktunya meninggal, kita tidak akan meninggal. Pergi perang tidak
menyebabkan umur kita pendek. Walau kita akan mendatangi ladang-ladang
kematian, maka jangan risau tentang kematian. Tapi, risaulah jika bekal kita
tidak cukup untuk mati.
Biasa-biasa sajalah
menghadapi kematian. Mau tidur, kalau bisa wudhu dulu, tidak ada jaminan besok
akan bangun lagi. Daripada ingat utang, ingat musuh, ingat lawan, ingat someone, lebih baik ingat Allah swt.. Tidur
dalam keadaan dzikir, kalau pun wafat, insya
Allah husnul khatimah. Mau masuk ke diskotik, mikir-mikir dulu,
jangan-jangan pas lagi joged mati di diskotik.
Tidak sedikit kita
mendengar orang mati di tempat zina. Pernah kita mendengar kakek-kakek berusia
70 tahun berzina dan mati di sana. Sungguh merupakan aib bagi dirinya dan
keluarganya. Tidak sedikit kita juga dengar orang yang mati ketika sedang
meraup harta haram.
Nabi Muhammad saw. menjelang
wafatnya mempunyai uang tujuh dirham dan beliau segera sedekahkan. Kalau kita
tidak bisa seperti Nabi, paling tidak ingatlah bahwa hidup itu cuma sekadar
mampir. Demi Allah, cuma mampir! Siapa pun pasti mati. Di Afganistan dibom,
yang dibom meninggal, pilotnya demi Allah pasti akan mati suatu saat nanti. Cuma
masalah waktu saja.
Rasulullah saw. menganjurkan
kita semua untuk beramal di dunia dan berdoa untuk akhirat. Kombinasi keduanya
sangat tepat. Kita terus bekerja keras mencari dunia untuk bekal pulang. Makin
banyak rumah kita dipakai membantu fakir miskin, anak yatim, orang jompo yang
tidak punya sanak keluarga, dan lain-lain, insya Allah rumah itu akan berkah. Dan,
tiap-tiap apa yang diwakafkan di dunia, maka di akhirat nanti kita akan
mendapat balasan dari Allah. Kita perlu mencari dunia untuk bekal mendapat
kemuliaan di akhirat.
Jika kita mempunyai
rasa cinta kepada Allah, kematian itu mestinya sangat dirindukan. Para mujahidin
merasa iri melihat rekan-rekan seperjuangan mereka yang wafat terlebih dahulu. Khalid
bin Walid r.a. yang terus berperang merasa sedih karena tidak kunjung dipanggil
syahid oleh-Nya. Jika kita merasa takut mati, bisa jadi akibat dosa yang kita
punya itu sangat banyak. Bisa jadi dosa kita memang banyak, tapi yang paling
memungkinkan kita belum menghayati indahnya momen ketika berjumpa dengan Allah
kelak. Makin mantap ma’rifat kita
tentang Allah, maka makin siap kita berjumpa dengan-Nya.
Kita berharap hidup ini
penuh berkah dari Allah. Sebaliknya, kita selalu siap dengan maut yang akan
menjemput. Kalau bisa, di rumah disediakan kain kafan, agar kita selalu ingat
akan mati sehingga kita dapat mengisi hidup ini dengan kualitas ibadah yang
tinggi. Makin banyak ingat mati, kita makin sadar bahwa dunia ini tidak ada
apa-apanya. Kita bekerja keras, tapi itu semua hanya untuk bekal pulang. Jangan
takut berpisah di dunia karena di akhirat nanti kita akan dipertemukan, insya
Allah.
Kematian di dunia
adalah perpisahan sementara, sedangkan kehidupan di akhirat adalah hakikat yang
kekal. Oleh karena itu, kita sempurnakan amalan kita agar bisa mendapat keselamatan
kapan pun ajal menjemput kita.
Wallahu
a’lam.
(K.H. Abdullah Gymnastiar || Meraih
Bening Hati dengan Manajemen Qolbu : 22 - 25)
0 komentar:
Posting Komentar