“Hai
manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
mengenal. Sesunggunya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal.” (al-Hujuraat
: 13)
Tiada Tuhan selain
Allah Yang Menciptakan segala-galanya. Dia yang menciptakan kita sebagai
manusia tanpa bisa memilih ingin lahir di mana, ingin rupa seperti apa, ingin
menjadi bangsa yang mana, maupun ingin menjadi laki-laki atau perempuan. Kendati
demikian, harus kita yakini bahwa Allah telah menciptakan kita dalam bentuk
yang sebaik-baiknya, sebagaimana firman-Nya dalah surah at-Tiin ayat 4, “Laqad khlaqnal insaana fii ahsani taqwiim”
(sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya).
Allah menciptakan
laki-laki dan wanita masing-masing lengkap dengan software dan hardware-nya.
Laki-laki dengan ototnya, kegagahan, juga kebutuhan fisik dan psikis di
dalamnya yang berbeda dengan wanita. Sedangkan, wanita diciptakan dengan
kegemarannya bersolek, perasaannya yang lemah-lembut, dan sebagainya. Semua itu
adalah pasangan serasi yang saling melengkapi.
Oleh karena itu,
apabila ada pertanyaan, “Mana yang lebih mulia? Laki-laki atau perempuan?” Maka
jawabannya, “Tidak ada yang lebih mulia, kecuali mereka yang paling bertakwa
kepada Allah.” Artinya, baik laki-laki maupun wanita dapat mencapai derajat
kemuliaan selama dia bertakwa kepada Allah swt.. “Inna akramakum ‘indallahi atsqakum.” (Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di
antara kamu).
Jadi, kalau kita
mendengar kata emansipasi, apakah perlu wanita seperti laki-laki? Apakah perlu
wanita berotot, angkat besi, sepak bola, atau bertinju? Apakah kemuliaan wanita
bisa dicapai dengan hal-hal seperti itu? Saya kira ilustrasinya ibarat sambal. Sambal
baru dikatakan sambal jika ada rasa pedas di dalamnya. Seandainya kita membuat
sambal jenis baru yang rasanya manis, tentu saja tidak akan disukai karena
tidak ada cirinya, yaitu rasa pedas.
Demikian pula wanita
dan juga laki-laki, hanya aka nada harganya kalau memang memiliki cirri yang
seharusnya, sesuai dengan fitrahnya masing-masing. Laki-laki pada umumnya
memiliki sifat sebagai pengayom, pemimpin, pembimbing, serta pemberi nafkah
bagi keluarga. Makin sempurna karakternya sebagai laki-laki dipenuhi maka dia
akan semakin berharga.
Begitu pun sebaliknya,
kalau wanita ingin benar-benar mulia dan berharga, ia harus mencoba
menyempurnakan perannya sebagai seorang wanita. Dan, peran seorang wanita akan
lebih terlihat manakala ia telah menjadi istri dari seorang suami dan ibu dari
anak-anaknya.
Berbicara mengenai
peran wanita, ada yang mengatakan bahwa dalam Islam wanita itu dinomorduakan. Pandangan
seperti itu jelas tidak tepat sebab dalam Islam peran wanita justru sangat
signifikan. Bahkan, dalam sebuah keterangan dikatakan, “Surga itu berada di
bawah telapak kaki ibu-ibu kalian.” Hal itu jelas merupakan suatu penghargaan
bagi kaum wanita.
Dalam satu riwayat juga
dikisahkan bahwa seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasul, mana
yang harus saya penuhi lebih dulu penghormatannya?” Rasul menjawab, “Ibumu!”
Sahabat bertanya lagi, “Lalu?” Rasul menjawab, “Ibumu!” Sahabat bertanya
kembali, “Lalu?” Rasul menjawab, “Ibumu!” Sahabat bertanya lagi, “Lalu?” Rasul
kemudian menjawab, “Ayahmu!” Ternyata Rasul menyebutkan tiga banding satu, tiga
untuk ibu dan satu untuk ayah.
Dalam kaitan ini,
sebaiknya kita harus benar-benar memahami bahwa dalam Islam wanita yang
memiliki nilai hakiki adalah wanita salehah. Sebagaimana sabda Rasulullah swa.,
“Dunia
ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita salehah.” (HR. Muslim)
Jika ingin menjadi
wanita salehah, banyak-banyaklah belajar dari lingkungan sekitar dan
orang-orang yang kita temui. Ambil ilmunya dari mereka. Bahkan, kita bisa
mencontoh istri-istri Rasulullah saw., seperti Siti Aisya r.a. yang terkenal
dengan kecerdasannya dalam berbagai bidang ilmu. Ia terkenal dengan kekuatan
pikirannya. Seorang istri seperti beliau adalah seorang istri yang bisa dijadikan
gudang ilmu bagi suami dan anak-anak.
Demikian juga Siti
Hajar, sebagai salah satu contoh wanita yang memiliki peran monumental. Beliau merupakan
lambang kemuliaan, ketawakalan, dan kesabaran. Begitu pula Siti Khadijah r.a.;
wanita pendamping pertama Rasulullah ini dikenal sebagai pribadi yang cerdas
dan berakhlak mulia. Beliau adalah figure seorang istri salehah yang menjadi
penenteram batin, pendukung setia, dan penguat semangat suami dalam berjuang
dan beribadah kepada Allah swt.. Ketika Muhammad saw. mendapatkan wahyu pertama
lalu turun dari Gua Hira dalam keadaan gelisah, maka Siti Khadijahlah yang
berusaha menenteramkan hati beliau.
Tidak hanya itu, Siti
Khadijah dengan harta kekayaan yang dimilikinya juga merupakan salah seorang
penopang perjuangan dakwah Rasulullah. Begitu kuatnya kesan kesalehan Khadijah
r.a., hingga nama beliau banyak disebut-sebut oleh Rasulullah.
Jadi dalam Islam, peran
wanita sebenarnya begitu tinggi, mulia, dan terhormat. Tentu saja, sepanjang
wanita tersebut senantiasa berusaha menjadi wanita salehah.
* * *
Sungguh sangat
beruntung bagi wanita salehah di dunia ini. Ia akan menjadi cahaya bagi
keluarganya dan berperan melahirkan generasi dambaan. Kalau pun ia wafat, Allah
akan menjadikannya bidadari di akhirat nanti. Oleh karena itu, para pemuda
jangan sampai salah memilih pasangan hidup. Pernikahan sebetulnya merupakan
sinergi antara laki-laki dan wanita. Kelebihan yang dimiliki seorang istri dan
suami adalah potensi yang sangat luar biasa. Sehingga anak-anaknya kelak harus
lebih maju disbanding ibu-bapaknya, sementara kekurangan dari keduanya harus
senantiasa diperbaiki bersama.
Bila kita melihat
seorang pelajar yang baik akhlaknya dan tutur katanya senantiasa sopan, maka
dalam bayangan kita tergambar diri seorang ibu yang telah mendidik dan
membimbing anaknya menjadi manusia yang berakhlak. Tentu alangka indahnya jika
seorang ibu berjerih payah sehingga anak-anaknya nanti menjadi cahaya bagi
umat, penerang orang-orang yang berada dalam kegelapan, menjadi penyejuk bagi
hati-hati yang gersang, menjadi penuntun bagi orang-orang yang tersesat. Insya
Allah, pahalanya akan mengalir pula kepada sang ibu.
Wanita salehah tidak
mau kekayaan termahalnya berupa iman akan rontok. Dia juga sangat memperhatikan
kualitas kata-katanya. Ia akan sangat menjaga setiap tutur katanya agar
bernilai bagaikan untaian intan yang penuh makna dan bermutu tinggi. Dia sadar betul
bahwa kemuliaannya justru bersumber dari kemampuannya menjaga diri (iffah).
Pada prinsipnya, wanita
salehah itu adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Rambu-rambu
kemuliaannya bukan dari beraneka asesoris yang ia gunakan. Justru ia selalu
menjaga kecantikan dirinya agar tidak menjadi fitnah bagi orang lain. Kecantikan
suatu saat bisa menjadi anugerah yang bernilai. Akan tetapi, jika tidak
berhati-hati, kecantikan bisa menjadi sumber masalah yang akan menyulitkan
pemiliknya sendiri.
Peran wanita salehah
sangat besar dalam keluarga dan bahkan negara. Kita pernah mendengar bahwa di
belakang seorang pemimpin yang sukses ada seorang wanita yang sangat hebat. Jika
wanita salehah ada di belakang para lelaki di dunia ini, bisa dibayangkan,
berapa banyak kesuksesan yang akan diraih. Selama ini, wanita hanya ditempatkan
sebagai pelengkap saja, yaitu hanya mendukung dari belakang, tanpa peran
tertentu yang serius. Dalam sebuah keterangan dinyatakan bahwa bejatnya akhlak
wanita bisa menyebabkan hancurnya sebuah negara. Bukankah wanita itu adalah
tiang negara? Bayangkanlah, jika tiang-tiang penopang bangunan itu rapuh, sudah
pasti bangunannya akan roboh dan rata dengan tanah, sehingga tidak akan ada
lagi yang tersisa kecuali puing-puing yang nilainya tidak seberapa.
Bagaimanapun juga kita
tidak bisa membangun bangsa ini hanya dengan laki-laki. Wanita adalah separuh
dari penghuni negara ini. Menguatkan laki-laki tanpa menguatkan wanita, akan
menimbulkan ketidakstabilan sosial. Oleh karena itu, jangan pernah merasa hebat
dengan emansipasi wanita. Kekuatan kita adalah kebersamaan, ketika setiap orang
menempatkan diri pada tempatnya masing-masing secara optimal. Bangsa ini hanya
akan kokoh jika rumah tangganya kokoh. Dan, rumah tangga akan kokoh jika
memiliki ratu, seorang ibu salehah yang telaten mendampingi suami dan anak-anak
dengan akhlak mulia.
Semoga Allah Yang Maha
Mendengar dan Maha Memperhatikan benar-benar membimbing bangsa kita ini untuk
kembali membangun keluarganya. Para pemimpin yang akan terlahir di masa yang
akan datang hanya bisa mempimpin negeri ini dengan baik kalau mereka terlahir
dari keluarga baik-baik, yang menanamkan kemuliaan di rumahnya, yang menjadikan
akhlak sebagai pilar dan menjadikan ketaatan sebagai kekayaan.
Wallahu
a’lam.
(K.H.
Abdullah Gymnastiar || Meraih Bening Hati dengan Manajemen Qolbu : 65 - 69)
0 komentar:
Posting Komentar